Senin, 23 Juni 2014

Ironi Rencana Penghapusan Kolom Agama pada KTP dan Kondisi Real Kemajuan Islam di Indonesia (Sebuah Rumor)

Isu Penghapusan Kolom Agama pada KTP



Apa benar kalau kolom agama pada KTP akan dihapuskan oleh Jokowi? Dan apakah penghapusan kolom KTP tersebut benar-benar mencegah diskriminasi dalam bernegara?

Paling tidak dua pertanyaan itulah yang sedikit mewakili pertanyaan saya tatkala membaca beberapa berita dan opini terkait terlontarnya ucapan Musdah Mulia sebagai Ketua Tim Sukses Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu. Jika sampai saat ini ucapan yang kata Musdah Mulia adalah benar-benar kata-kata Jokowi tentu saja Jokowi perlu menjelaskan duduk persoalan dan alasan kenapa bagian yang sudah menyatu dalam KTP Indonesia itu mesti dihapuskan.

Meskipun ucapan Musdah Mulia ada yang menganggap sebagai suara Asbun (Asal bunyi) dari Musdah Mulia, lantaran ketika Jokowi dikonfirmasi menolak ucapan tersebut. Sepertinya Antara Tim Pemenangan Jokowi dan Jokowi sendiri sering bersilang pendapat. Apakah ketika Jokowi mengucapkan tersebut karena desakan pihak-pihak tertentu atau Musdah mulia hanya mendengarkan bisikan-bisikan jin yang dikira suara Jokowi.

Terlepas benar dan tidaknya bahwa Kolom Agama dalam KTP hendak dihapuskan tentu saja ada beberapa hal yang sedikit banyak ikut menjadi dampak ketika kolom agama benar-benar dihapuskan. Pertama bahwa kolom agama dalam KTP sebagai keterangan tentang status agama seseorang, karena dengan statusnya dalam KTP maka ketika si pemilik KTP ternyata meninggal dunia maka dia akan dishalatkan sesuai dengan agama yang dianutnya. Sehingga tidak terkesan asal main urus, jenazah yang beragama Islam dipaksa untuk dikremasi dan sebaliknya jenazah yang beragama Kristen justru dishalatkan. Sesuatu yang tidak logis.

Alasan kedua adalah sampai saat ini keberadaan KTP pun berpengaruh pada pendataan penduduk Indonesia, berapa persenkah jumlah masing-masing umat beragama yang dianut masing-masing agama. Tentu saja ketika data mengenai agama sudah diketahui, tentu saja kebijakan pemerintah terkait hal-hal terkait urusan kemanusiaan disesuaikan dengan jumlah agama yang dianutnya.  Sehingga semua kebijakan berjalan lebih adil, yang memiliki penganut lebih banyak hendaklah jumlah itung-itungan terkait anggaran untuk urusan keagamaan juga disesuaikan. Bukan bersikap diskriminatif, tapi lebih dari itu agar tidak terjadi penyimpangan.

Alasan ketiga adalah bahwa keberadaan kolom agama di dalam KTP sebagai identitas seseorang, ketika berurusan dengan masalah hukumpun sepatutnya para penganut agama ini diurus oleh orang-orang yang seagama, tanpa banyak tanya, dan menghindari pemalsuan identitas pribadi jika terlibat sebuah persoalan hukum. Meskipun masih ada saja orang-orang yang memalsukan identitas  agamanya karena sampai saat ini KTP pun masih ada saja yang dipalsukan yang pasti terkait pengurusan administrasi kependudukan serta aturan perkawinan mengacu dari kepemilikan KTP.

Alasan keempat, kenapa kolom KTP masih dianggap perlu, karena sampai saat inipun persoalan agama dalam KTP tak menjadi persoalan. Jika ada yang menganggap jika perbedaan KTP turut menjadi diskriminasi dalam dunia kerja, toh saat ini diskriminasi masih ada di semua negara. Tidak hanya di Indonesia, karena ada saja pemilik perusahaan yang pilih-pilih pekerjanya dengan alasan agama, meskipun dalam KTP sudah tidak ada kolom agama. Namun berbeda dengan Bank yang dikelola oleh CT Corp (Khairul Tanjung). Ternyata pegawainya tidak diberhentikan meskipun beberapa pegawainya bukan beragama Islam sebagaimana ditulis dalam buku biografi Khairul Tanjung.  

Selain persoalan agama dalam KTP yang tak perlu diperdebatkan, karena agamaseseorang dikembalikan pada iman masing-masing, meskipun KTP sebagai identitas yang pasti meskipun agama dalam KTPnya Islam tidak berpengaruh pada pelaksanaan ibadah secara personal.

Justru saya menganggap ketika kolom agama dalam KTP dihapus, maka Musdah Mulia menghendaki Indonesia didirikan dengan sistem liberal. Agama akan dilepaskan dari negara. Sehingga mau tidak mau penganut Islam akan kehilangan pengaruhnya dalam sistem di negara ini. Dampaknya meskipun suara muslim mayoritas, pada tataran pemerintahan dan aturan perundang-undangan justru terjadi kesenjangan. Padahal yang diharapkan umat Islam adalah bagaimana pemerintah yang dipilih oleh mayoritas Islam dapat mewakili suara Islam di republik ini. Termasuk diusulkannya perda syariah di daerah-daerah tertentu yang masyarakatnya menghendaki undang-undang syariah berlaku di wilayahnya. Di mana undang-undang diberlakukan bagi umat Islam sendiri. Sehingga umat Islam memiliki kesempatan untuk mendapatkan aturan hukum sesuai dengan agama yang diyakini.

Kembali pada persoalan penghapusan agama pada kolom KTP yang memang menjadi pro dan kontra, beberapa waktu lalu Musdah Mulia pun menjadi pergunjingan di ranah media internet, bahkan pernah pula saya melihat tayangan Youtube dalam acara Mata Najwa, di mana wawancara tersebut membahas tentang ditentangnya undang-undang pornografi. Musdah berusaha kontra dengan diterbitkannya undang-undang tersebut dengan beberapa alasan yang tidak logis, bahkan terkesan Musdah ingin agama Islam diatur ala konsep liberal. 

Ketika dihubungkan dengan keinginan Jokowi ingin menghapus kolom agama dalam KTP, selayaknya ungkapan ini perlu dikaji bersama-sama Jokowi, apakah memang Jokowi, dalam hal ini diwakili oleh Musdah Mulia ingin menjadikan Indonesia sebagai negara liberal? Atau justru Musdah Mulia sendiri yang ingin menciptakan konflik antara Jokowi dan pemilih serta konstituennya meskipun saat ini Jokowi tengah mencari dukungan sebanyak-banyaknya dari umat Islam dan kalangan pesantren. 

Atau Jokowi sendiri yang ingin mendulang suara atas rencananya menghapuskan kolom agama demi mendapatkan simpati dari penganut sekuler? 

Yang pasti semua dikembalikan kepada Jokowi sendiri, jika beliau benar-benar ingin berencana menghapus kolom agama atau justru hanya isu belaka, tentu saja wacana ini perlu diluruskan benar dan tidaknya. Namun sekali lagi, mungkin Jokowi memunculkan ide ini  karena alasan-alasan tertentu yang dianggap mewakili masyarakat Indonesia secara menyeluruh. 

Salam Indonesia Raya

Tidak ada komentar: