Mahasiswa Makassar hang tengah berdemonstrasi pasca kenaikan BBM |
Saya
tertarik dengan berita yang muncul di dua media onlie terkemuka di Indonesia,
Kompas.com dan Republika.co.id. Dan mungkin berita dari kedua media online
tersebut juga diikuti oleh media-media massa lainnya. Yakni memberitakan
tentang kericuhan saat demo yaitu Demo BBM Ricuh: Itu Style Makassar.
Sebenarnya sih
kalimat ini terlihat kasar dan tendensius, tapi terkesan dianggap biasa saja.
Apalagi pernyataan tersebut disampaikan oleh Wapres Jusuf Kalla setelah terjadi
kericuhan antara mahasiswa UNM dengan Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan yang
kebetulan kericuhan diawali oleh dipanahnya seorang aparat kepolisian oleh
mahasiswa, kemudian berlanjut kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian
terhadap para demonstran dan wartawan.
Kalau boleh
saya kutip secara langsung dari Media Online tersebut, di antaranya dari
Kompas.com yang dirilis tanggal 14 November 2014, sebagai berikut:
“Ada memang kemarin besar di UNM
(Universitas Negeri Makassar), tapi diperbesar itu karena media juga. Baru
mereka mau demo karena media itu. Begitu ada media, ngamuk, ngamuk,
ngamuk. Begitu Anda pergi, berhenti lagi. Begitu style
Makassar itu,” ujarnya.
Begitu juga
Isi berita di Republika.co.id yang juga mengulas informasi yang relatif sama
tentang kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat Makassar, meskipun kejadian
tersebut terjadi antara mahasiswa Universitas Negeri Makassar dan Aparat
Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan, dengan merilis berita sebagai berikut:
“Menanggapi situasi di Makassar,
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun menyebut kerusuhan yang terjadi merupakan gaya
warga Makassar. “Di Makassar itu mahasiswa emang begitu. Dinamisnya apa saja
semua di demo. Sebenernya kecil, tapi diperbesar itu, karena juga begitu mau
demo ada media itu ngamuk-ngamuk, begitu media pergi berhenti lagi.
Itu style Makassar,” ujar JK di Istana Wakil Presiden,
Jumat (14/11). “
Sebenarnya
kedua berita ini masih saya anggap biasa saja, lantaran demo yang berujung
kericuhan tidak hanya di Makassar saja, akan tetapi juga terjadi di Lampung
yang beberapa tahun lalu pra lengsernya Soeharto juga terjadi kericuhan, bahkan
ada satu mahasiswa yang tewas.
Tapi melihat
pernyataan yang sangat tendensius tesebut sepertinya logika saya langsung
tersentak kaget, terkejut tanda tak percaya. Apakah memang mahasiswa diidentikkan
dengan kekerasan dan pembuat kericuhan? Tentu kita semua tidak sepakat dengan
pernyataan ini. Lantaran mahasiswa yang saya pahami adalah selalu mengedepankan
semangat demokrasi yang beretika dan menyampaikan segalanya dengan jalan yang
santun, arif dan bijaksana.
Secara
pribadi meskipun saya bukan orang Makassar, saya kurang sepakat dengan
pernyataan Pak Jusuf Kalla yang terkesan “menganggap” masyarakat Makassar
menyukai kekerasan dalam menyampaikan gagasan atau opini dan penolakan terhadap
kenaikan harga BBM. Meskipun saya tahu bahwa karakter masyarakat Makassar
memang lumayan keras, tapi jika dikaitkan “Style” dengan maksud memberikan
stempel, dan stigma buruk bahwa masyarakat Makassar adalah masyarakat yang suka
kekerasan adalah kurang saya sepakati. Entah, bagi mahasiswa Makassar apakah
menerima pernyataan ini atau tidak.
Apalagi jika dikaitkan dengan istilah Ngamuk-ngamuk
selayaknya mahasiswa diidentikkan dengan sekelompok orang yang tidak
punya aturan dan pendidikan, karena segalanya diselesiakan dengan mengamuk
(marah yang kelewat batas).
Yang anehnya
lagi, mengapa Pak Jusuf Kalla begitu mudahnya melontarkan pernyataan yang cukup
kontroversial di media sedangkan Beliau adalah asli berasal dari Makassar?
Bukankan pernyataan ini sama halnya dengan pribahasa “menepuk air di dulang
terpercik muka sendiri?” Secara tidak langsung Pak Jusuf Kalla sudah menganggap
masyarakat Makassar memiliki karakter buruk dengan aksi brutal tatkala
melakukan demonstrasi. Padahal saya yakin pernyataan ini hakekatnya juga akan
kembali pada Pak Wapres sendiri yang nota bene berasal dari daerah tersebut.
Saya kurang
sepakat dengan stigma kekerasan adalah model atau style mahasiswa saat ini,
karena yang saya pahami dari mahasiswa modern adalah mereka selalu menyuarakan
aspirasi secara damai dan bukan kekerasan. Boleh kita melihat bagaimana
mahasiswa Hongkong yang berdemo tanpa aksi kekerasan, bahkan meskipun mereka
sudah menyuarakan aspirasi yang cukup lama dan tak didengar, faktanya
demonstrasi tersebut tidak berujung ricuh.
Nah,
seandainya kita tidak sepakat dengan kenaikan BBM kenapa aparat yang tengah
bertugas mesti menjadi korban? Bukankan kenaikan BBM ini adalah murni rencana
Presiden Jokowi dan Kabinetnya? Dengan alasan untuk dialihkan kepada bentuk
lain yang lebih bermanfaat bagi masyarakat?
Dan apakah
kita masih kurang sepakat bahwa kenaikan BBM inipun juga dirasakan oleh daerah
lain? Faktanya sampai saat ini meskipun terjadi unjuk rasa di beberapa daerah
pun tidak sampai menimbulkan kekerasan fisik.
Salam
Sumber :
Kompas.com, Republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar