Debat Capres-cawapres 2014 |
Mungkin penilaian saya ini jauh dari semua opini atau penilaian dari para kompasianer. Dan boleh jadi masing-masing pendukung kubu capres tersebut sama-sama tak sepaham dengan tulisan saya ini. Tapi, ya sudahlah, saya hanya menulis sedikit banyak yang saya tangkap dari hasil debat Capres ke- 3 tadi malam.
Maksud tulisan ini pun bukan sebuah penilaian
yang dapat dijadikan rujukan bahwa salah satu lebih baik atau lebih buruk. Tapi
semata-mata merupakan tulisan orang desa yang ingin berbagi dengan pembaca budiman.
Saya melihat berdasarkan debat capres tersebut,
Prabowo terlihat lebih bijak, meskipun bukan berarti Jokowi tidak bijak, dimana
ketika beliau menanyakan bebera hal kepada Jokowi yang berkaitan dengan
ketahanan negara, baik tentang hak-hak atas batas wilayah, kepemilikan saham
indosat Prabowo selalu mengatakan "saya sepakat" bahkan ketika ada
penonton yang bersorak justru Prabowo mengatakan para penonton debat seperti
penonton bola. Mereka ribut-ribut melebihi ributnya capres dan cawapres.
Sikap Prabowo Subianto ini terbilang unik,
tatkala semua capres yang bersaing memperebutkan kursi RI-1 tentu akan
mengatakan ide dan konsep tentang kenegaraan akan selalu lebih baik. Sehingga
yang muncul, jika kedua capres memiliki visi dan misi yang dianggap paling "menggigit"
maka sang capres akan membela mati-matian konsepnya dengan alasan dan
pertimbangan tertentu. Beliau tidak lantas menjatuhkan Jokowi tatkala Jokowi
menjelaskan pertanyaan-pertanyaan Prabowo.
Meskipun dalam situasi tersebut dan menurut
penilaian saya Prabowo sangat bijak, dengan mengatakan "setuju" dan
sepaham dengan apa yang disampaikan Jokowi, secara tidak langsung Prabowo sudah
mengakui bahwa Jokowi memang capres yang memiliki visi dan misi yang baik.
Meskipun kata-kata "saya setuju dengan pak Jokowi" menjadi bahan
gunjingan dan celaan di medsos termasuk Kompasiana. Yang pasti sikap bijak
Prabowo ini sudah ditunjukkan, sebuah realitas sikap seorang negarawan yang
sangat mendukung kemajuan Indonesia.
Namun, kondisi ini justru tidak menguntungkan
Prabowo, di satu sisi Prabowo saya anggap bijak, tapi di sisi lain penentang
Prabowo akan melecehkan dan membuli. Seakan-akan Prabowo hanya ngikut saja
kata-kata Jokowi. Inilah salah satu dampak ketika percaturan politik bermain.
Di sisi lain, Jokowi adalah sosok yang cerdas,
dengan visi dan misi yang dipaparkan terlihat jelas bahwa beliau
benar-benar memiliki konsep yang applicable. Hal ini terlihat tatkala
menjelaskan persoalan posisi beliau terhadap kasus perbatasan. Beliau
mengatakan kurang lebih jika berkaitan dengan perbatasan, jika batas-batas
wilayah tersebut memang riil mengambil wilayah Indonesia, maka Presiden siap
menempuh kebijakan meskipun dengan resiko terberat apapun. Bahkan dalam
ungkapan beliau tersirat pesan "seandainya wilayah tersebut benar-benar
milik Indonesia, maka tak ada jalan lain ketika Indonesia harus menyelesaikan
dengan perang, maka caraitulah yang ditempuh. Namun demikian, semua
dikembalikan pada perundingan dan lobi agar penyelesaiannya dapat dilakukan
dengan cara damai.
Setelah pemaparan Jokowi, Prabowo pun mengatakan
"setuju" dan merasa program Jokowi patut diapresiasi. Sehingga
terlihat bahwa tidak ada satupun gelagat Prabowo untuk menjatuhkan Jokowi
dengan statemen negatif. Berbeda dengan opini-opini yang berkembang bahwa
keduanya "dianggap" bermusuhan dan saling menjatuhkan.
Persoalan lain tatkala ditanyakan persoalan
kemerdekaan Palestina, Jokowi pun mendukunug sepenuhnya kemerdekaan Bangsa
Palestina dan beliau pun mendukung negara itu menjadi anggota penuh PBB.
Sebagaimana anggota-anggota lainnya.
Dugaan beberapa orang, bahwa Jokowi dianggap
"antek" Israel sudah terjawab pada debat ke-3 ini. Dengan sikap
tegasnya, beliau benar-benar membela Palestina dan mendukung sepenuhnya
kemerdekaan Palestina dari bangsa Israel. Nah, jika Jokowi adalah antek Israel,
maka akan kecil kemungkinan Jokowi melontarkan kata-kata tersebut. Meskipun
menurut salah satu kompasianer ungkapan Jokowi ini dianggap blunder karena
bertentangan dengan "fitnah" yang sampai saat ini berkembang.
Prabowo ketika ditanyakan persoalan negara,
beliau dengan lugas mengatakan bahwa ketika Indonesia ingin dihargai bangsa
lain, maka rakyat Indonesia harus sejahtera dan berdiri di kaki sendiri. Dengan
kata lain, ketika Indonesia berharap menjadi negara yang berdaulat secara
ekonomi, maka tak dapat disangkal lagi, rakyat Indonesia harus sejahtera secara
ekonomi, dan tumbuhnya usaha-usaha kreatif yang turut mendongkrak kemandirian
bangsa Indonesia. Dampaknya jika seluruh rakyat Indonesia bisa mandiri secara
ekonomi, maka besar kemungkinan ekonomi negara dari sektor bisnis usaha kreatif
akan meningkat pesat. Sehingga Prabowo pun menghendaki perusahaan-perusahaan di
Indonesia selayaknya dinasionalisasi, yaitu semua perusahaan yang ada di
Indonesia sepatutnya dimiliki oleh negara. Namun faktanya berdasarkan survey di
media, justru dengan menasionalisasi perusahaan swasta, justru hanya beberapa
perusahaan saja yang mau menjual asetnya kepada pemerintah. Sebagian besar
menolak rencana tersebut.
Saya menduga, perusahaan tersebut menolak
dinasionalisasi tentu para pengusaha memiliki perspektif berbeda, salah satunya
lemahnya posisi pemilik perusahaan terhadap aset-aset mereka. Namun demikian,
Prabowo menandaskan bahwa perusahaan yang hendak dinasionalisasi atau di kelola
oleh negara adalah perusahaan manufaktur yang mampu menyerap tenaga kerja dari
negeri sendiri.
Terkait sikap Prabowo atas kebocoran anggaran
negara, tentu saja Prabowo menginginkan segala bentuk transaksi yang dirasa
merugikan negara sedikit banyak hendak dipangkas dengan mekanisme yang lebih
ketat. Meskipun ungkapan Prabowo ini justru dianggap menjadi blunder bagi
Prabowo-Hata sendiri karena capresnya pun mantan menteri koordinator perekonomian yang
tahu betul teknis penyelenggaran dan pengelolaan uang negara. Sehingga sangat
besar kemungkinan justru Hatta Rajasa mengerti betul mengapa uang negara bisa
hilang dan tak jelas kemana arahnya.
Tokoh Muhammadiyah Mendukung Jokowi,
Blunderkah bagi Prabowo?
Terlepas dari penilaian subyektif saya terhadap
Prabowo dan Jokowi di atas, sepertinya Jokowi mendapatkan angin segar tatkala
mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh Muhammadiyah. Tentu saja bentuk
dukungan tersebut paling tidak akan mengurangi suara Prabowo-Hatta dari
Muhammadiyah. Meskipun tidak secara umum pemuda Muhammadiyah membela Jokowi.Akan
tetapi, yang pasti masyarakat dalam hal ini pengikut organisasi ini lebih bebas
dalam menentukan pilihannya. Tidak dipaksa untuk memilih salah satu capres.
Namun, dengan kata-kata tokoh Muhammadiyah tersebut paling tidak membuat Hatta
Rajasa menjadi gerah, seandainya tokoh-tokoh tersebut mendukung Jokowi-Jk maka
suara Jokowi akan semakin melesat tajam.
Begitu juga suara NU yang saat ini tidak pula
dapat diprediksi, karena bagaimanapun juga NU bukan PKB dan PKB bukanlah NU.
Karena PKB hanya satu bagian saja partai politik yang didirikan oleh masyarakat
NU. Sedangkan sebagaimana keputusan Majelis Syuro NU, organisasi ini konsisten
akan bersikap netral dan tidak memihak pada siapapun. Terlepas ada beberapa
kiyai yang "katanya" mendukung Prabowo atau Jokowi yang pasti suara
Kiyai tersebut tidak mewakili suara NU secara organisasi.
Dan sampai saat ini, NU tetaplah sesuai dengan
khittahnya sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan. Sehingga sebagai
organisasi keagamaan dan kemasyarakat, tak pantas jika NU dimanfaatkan untuk
kepentingan politik. Atau tokoh-tokoh partai justru memanfaatkan NU sebagai
alat untuk memenangkan pergulatan politik.
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar