Jumat, 16 Oktober 2015

Surat Cintaku Untuk Pemimpin ISIS di Seluruh Dunia

Yang saya hormati Pemimpin ISIS 
Dimanapun Anda berada

Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh
Sebelumnya, saya memperkenalkan diri saya, sesuai yang tercantum dalam surat ini, saya adalah warga negara Indonesia yang cinta damai dan menginginkan bumi ini damai dari segala macam kejahatan dan pemerangan. Jadi tulisan ini hanyalah sebagai bagian keprihatinan saya kenapa saya belum bisa merasakan kedamaian di bumi ini, terkhusus di bumi yang saat ini bergejolak di tanah Arab. 
Setahu saya, semenjak saya masih anak-anak, dan sebelum saya mengenal politik, apalagi mengenal dengan yang namanya perang kecuali dalam cerita orang tua dan film yang ditayangkan. Negeri Irak, Suriah, Iran, Arab Saudi dan Indonesia adalah negara yang benar-benar damai. Tenang dan sepertinya mereka hidup berdampingan secara damai. Bahkan semenjak meletusnya perang dunia kedua negara-negara yang pernah terlibat perang pun sepakat untuk mengakhiri pertumpahan darah itu dengan kesepakatan damai, semua ingin dunia ini kembali seperti semula, tercipta romantisme dan kedamaian dan tenangan tanpa ada semburan peluru pembunuh dan tanpa ada bom-bom pembunuh massal yang korbannya adalah warga sipil, pria, wanita, dan anak-anak tak berdosa. Mereka ingin kembali hidup dalam kedamaian tanpa ada rasa dendam dan permusuhan. Semua ingin merajut cinta lagi dalam wadah Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Wahai Pemimpin ISIS 
Siapa yang tak ingin kedamaian sih? kayaknya kita semua menghendaki perdamaian itu, bukan? Bagaimana kita melihat nikmatnya kita tidur tanpa mendengar suara mortir yang memekakkan telinga. Dan tak khawatir lagi tatkala peluru-peluru itu menghampiri tubuh yang tengah terbaring lemah di pembaringan. Siapa yang tak ingin menikmati masakan yang lezat meskipun hanya roti gandum maupun nasi dengan sayur kangkung. Dan siapa yang tak ingin merasakan betapa indahnya berdampingan, hidup dalam kebersamaan tak saling memusuhi dan menyakiti. Semua bisa tertawa bersama, menangis pun bersama dalam suka dan duka. Dan siapa yang tak ingin menikmati kehidupan yang sejahtera tanpa rasa takut dan khawatir terjadi ledakan di sebelah tempat duduk kita. Rasa-rasanya tidak ada yang ingin merasakan kepedihan itu. Dan siapa yang tak ingin menikmati hari tua bersama istri, suami dan anak-anak yang dicintainya. Menikmati masa tua bersama tetangga dan negeri yang penuh rahmat dan kedamaian. Semua orang bisa menikmati kehidupan yang fana ini dengan cinta kasih dan saling menyayangi. 
Tapi, entahlah, akhir-akhir ini dunia begitu mengerikan, dunia yang damai kini penuh dengan peperangan. Seolah-olah kita ingin membantai siapa saja yang ada di hadapan kita. Tak peduli siapa itu dan darimana mereka berasal. Satu negara pun dihabisi atas nama kekuasaan dan uang, tetangga negara pun diperangi demi sebuah perbatasan dan kekayaan yang dimiliki, dan yang cukup memprihatinkan kalian yang mengatasnamakan negara Islam ini justru membunuh sebangsa dan setanah air. Bahkan seagama pun engkau habisi lantaran tidak seide dan tak sepaham dengan kalian. Boleh jadi karena kekuasaan itulah kalian ciptakan peperangan dan kehancuran agama ini demi sebuah ambisi sesaat. Kalian rela menumpahkan darah saudara kalian demi untuk satu keyakinan yang sungguh sangat keliru. Entah darimana engkau mengambil dasar-dasar bahwa membunuh saudaranya sendiri dihalalkan? Padahal kalian pun tahu bahwa sesama muslim adalah saudara, tak boleh saling membunuh dan menyakiti apalagi hanya demi ambisi yang keliru. Bahkan tak hanya sesama muslim, dengan non muslim hakekatnya tidak saling menyakiti, semua tercermin dalam pribadi Rasulullah SAW yang selalu menjaga persaudaraan.
Itulah sebagai pencerminan nilai-nilai keIslaman yang sebenarnya, Islam yang berarti menyelamatkan dan memberikan rahmat kepada seluruh alam. Islam datang dengan cinta kasih, dan tidak pernah mengajarkan tentang kekerasan dengan atas nama ajaran suci yang kalian pahami. Islam hadir dengan membawa keharmonisan dan kebahagiaan bersama.
Wahai Pemimpin ISIS 
Sudahkah kalian merasa kehilangan? Rasa-rasanya tidak ada yang tidak pernah merasakan kehilangan bukan? Bagaimana rasanya jika di antara kita diambil nyawanya? kalian tiba-tiba datang dengan teriakan takbir tapi justru mendatangkan kerusakan dimana-mana. Kalian habisi orang-orang yang tidak sepaham dengan kalian. Padahal kalian tahu bahwa tidak ada manusia yang diciptakan sama dalam pemikiran dan pemahaman. Dan boleh jadi karena Kalian tidak benar-benar memahami Islam, sehingga kebencian dan kekerasan selalu saja didengungkan. Kalian mengatakan Jihad, jihad untuk siapa dan kepada siapa jihad itu kalian tujukan? Kepada Tuhan? Atau kepada ambisi kekuasaan?
Apa jadinya, jika suatu saat Kalian kehilangan anak-anak, istri, suami dan saudara? Pastilah kita akan kehilangan. Tidak ada yang ingin kehidupan mereka terancam dengan aksi teror yang Kalian lakukan. Disaat kalian tengah bersama-sama keluarga, ternyata hantaman peluru menghantam keluarga kalian, apakah kalian tidak merasa kehilangan? Entahlah. Mungkinkan naluri kemanusiaan dan kasih sayang sudah tercerabut dari dalam hati Kalian. Jadi demi mencapai tujuan itu kalian tega menghabisi siapa saja yang tidak disukai.
Ingatlah, anak-anak tak berdosa yang tewas dalam perang ini, dan ingatlah anak-anak tak berdosa yang tewas dalam pengungsian akibat perbuatan kalian. Dan ingatlah, berapa juta orang yang mati sia-sia serta tempat tinggal yang porak poranda.
Wahai  Pemimpin dan Pengikut ISIS 
Sadarlah, dan mohonlah ampun kepada Allah atas kesalahan kalian dalam memaknai jihad. Sungguh bumi ini membutuhkan rasa aman dan damai dalam menghamba kepada Allah. Tidak cukup dengan memuntahkan peluru dan menyebarkan peledak maka kehidupan kalian akan tenang selamanya. Mungkin justru kehidupan kalian hakekatnya dipermainkan oleh ambisi kekuasaan. Jika ambisi kekuasaan dan keserakahan itu sudah menyelimuti hati kalian, tentu saja Azab Allah yang pasti akan Kalian dapatkan.
Hanya inilah surat kecil dari saya warga negara Indonesia yang ingin kehidupan ini damai. Kehidupan yang penuh kasih sayang dan saling menyayangi. Bukan kehidupan yang katanya Islami tapi justru saling menyakiti dan membunuh atas nama keyakinan.
Mohon maaf bila surat ini mengusik ketenangan kalian, tapi saya yakin bahwa Allah SWT senantiasa bersama hambaNya yang menebar rahmat bagi seluruh alam. Semoga Allah memberikan hidayahNya pada kalian.
Salam damai penuh berkah
Wassalamu'alaikum Warohmatullahi wabarokatuh

Indonesia, 2015
Dariku
Hamba Allah


Selasa, 06 Oktober 2015

Kaya Miskin Bukan Urusan Presiden

Ada nggak ya yang masih protes sana-sini? Menghujat sana-sini terkait kondisi ekonomi kita? Kayaknya masih ada loh. Karena sejauh ini, di antara kita masih berkutat tentang pemahaman keliru, bahwa semua urusan kebutuhan ekonomi adalah tanggung jawab negara. Buktinya, banyak sekali yang sampai saat ini yang tak bergerak (move on) lantaran merasa telah salah memilih, telah gagal mengejar cita-citanya lantaran apa yang selama ini harapannya terlalu muluk pun harus berakhir dengan sia-sia. Boleh kita menolak pendapat ini, dengan melirik undang-undang negera kita, bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
Toh, faktanya, semenjak merdeka hingga saat ini keadaan ekonomi fakir dan miskin tetaplah menjadi tanggung jawab mereka sendiri (kita). Tidak ada istilah "mati urep urusan pemerintah" karena pemerintah hanya mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan saja, selebihnya urusan ekonomi, rezeki dan kesejahteraan tidak ditentukan mereka, tapi ditentukan seberapa besar usaha warga negaranya. Apalagi jika ditanyakan kenapa kesenjangan ekonomi semakin terlihat? Tentu disebabkan karena kondisi ekonomi yang tidak selaras.
Ketika sebagian masyarakat hidup dalam kemewahan, di sisi lain justru sangat jauh ditimpa kemiskinan dan kemalangan. Dalam dunia yang serba terbuka, cepat dan dinamis, siapapun yang bisa menguasai keadaan maka dunia akan ada dalam genggamannya. Paling tidak kehidupannya akan jauh berbeda jika dibandingkan dengan kaum kebanyakan, Mereka bisa menguasai setiap detik waktu yang dilewati dengan menghasilkan uang, sedangkan kaum kebanyakan hanya bisa menonton dan berpikir "jikalau, andaikan, dan seandainya".
Mereka habiskan hari-hari dengan meratapi nasib yang tak jua berubah, meskipun segala macam cara dilakukan. Satu dikerjakan, ternyata pekerjaan lainnya menunggu. Kepala dijadikan kaki dan kaki dijadikan kepala demi menyambung hidup. Dan ternyata kelompok masyarakat bawah, jumlahnya sangat besar dibandingkan dengan masyarakat yang sukses menjalani kehidupannya.
Benarkah keadaan ini terjadi tanpa disengaja? Apakah kemiskinan terjadi karena pengaruh sistem ekonomi yang dibangun saat ini. Sistem ekonomi yang diadopsi dari sistem ekonomi kapitalis maupun komunis ternyata membawa pada pelaku-pelaku ekonomi saling berebut posisi menjadi penguasa ekonomi. Setiap jengkal lahan usaha dikendalikan oleh kuatnya modal. Dampaknya kaum miskin yang tak bermodal hanya bisa menonton dan tidak bisa berbuat apa-apa. Seandainya kaum miskin ini berurusan dengan perbankan, ternyata kecil kemungkinan mereka bisa mengembalikan uang tersebut, karena memang kondisi ekonomi tak pernah berpihak pada kaum miskin. Seandainya surat tanah harus digadaikan demi memperoleh pinjaman, ternyata lambat laun justru surat tanah sebagai harta satu-satunya ikut tersita bank.
Lain dengan bank konvensional, ternyata bank-bank ilegal melancarkan aksinya dengan menipu banyak kaum miskin. Mereka menjanjikan pinjaman dengan bunga seratus persen. Bagaimana tidak, dengan meminjam uang dua juta rupiah, menjadi beranak pinak dan berbunga-bunga hingga harus mengembalikan uanganya mencapai puluhan juta rupiah. Tak ayal, jika surat tanah sudah kadung digadaikan, maka lambat laun tanah satu-satunya akan berpindah tangan. Bahkan meskipun surat tanah sudah tergadaikan, ternyata hutang pun tak juga dapat dilunasi.
Inilah potret masyarakat miskin yang ada di sekitar kita. Tak perlu ditutup-tutupi keadaannya, karena jika semakin lama disembunyikan, dampaknya justru situasi rendah diri semakin menyelimuti perasaan mereka. Si miskin tetaplah masyarakat kelas dua yang kehidupannya diambang kesulitan. Tak hanya harta bendanya turut tersita, karena kadang jiwanya pun turut dikorbankan lantaran frustasi dan patah semangat melihat fenomena ekonomi negeri ini yang seperti tak juga berubah. Yang berubah adalah masyarakat miskin perkotaan yang semakin tersisih.
Mengubah Mindset Meminta, Dengan Gerakan Mandiri
Fenomena kemiskinan memang sudah menjadi sunatullah, rahasia Tuhan yang tidak dapat ditepiskan keadaannya. Tak hanya di Indonesia yang notabene negara yang masih berkembang-bahkan dianggap sebagai negara miskin- karena di Amerika sendiri yang notabene negara maju saja kemiskinan masih merajalela, kenakalan remaja dan penggunaan narkoba merajalela. Kaum marjinal juga banyak berkeliaran dan tidur di antara rumah-rumah tua yang masih menyebar di bagian negara kaya itu.
Bahkan menurut VOA Indonesia bahwa dari 6 orang warga Amerika di antaranya adalah warga miskin atau di bawah garis kemiskinan. Padahal secara perkapita pendapatan penduduk Amerika cukuplah tinggi dan jauh melebihi pendapatan perkapita masyarakat Indonesia. Di mana penduduk miskin Indonesia tahun 2014 berjumlah 27,73 juta orang. Meskipun jumlah tersebut dinyatakan turun oleh BPS pada kurun yang sama di tahun sebelumnya, tapi dengan jumlahan hampir 28 juta menunjukkan keberadaan warga miskin di Indonesia masih sangat tinggi. Dan ternyata konsentrasi kemiskinan justru berada di daerah perdesaan 17,37 orang atau sebesar 13,76% dari seluruh warga miskin di Indonesia.
Meskipun sunatullah, tapi kemiskinan merupakan penyakit akut yang membutuhkan penanganan yang serius agar angka kemiskinan di negeri ini tidak membengkak, apalagi ditambah dengan aneka bencana alam yang sudah jelas merusak sebagian sumber penghasilan para penduduk di perdesaan. Seperti banjir, tanah longsor dan ancaman kekeringan yang melanda di sebagian wilayah di Indonesia.
Tapi, apakah cukup dengan menghitung angka kemiskinan lalu masalah ini akan segera usai? Tentu tidak. Karena persoalan kemiskinan diawali basik pembangunan ekonomi yang kurang kuat menopang masyarakat miskin, khususnya perdesaan. Apalagi mindset masyarakat saat ini, semenjak digulirkannya bantuan kesejahteraan bagi warga miskin, justru pola masyarakat yang semestinya lebih mandiri dengan menggunakan bantuan tersebut pada bentuk usaha, ternyata masih jauh panggang dari api. Program yang semestinya diberdayakan bagi pembangunan ekonomi dan modal usaha kecil-kecilan ternyata hanya dijadikan bahan konsumsi. Mereka cenderung menggunakan bantuan tersebut untuk membeli beras dan kebutuhan harian. Mungkin karena memang jumlah yang terlampau kecil, tapi jika dimanfaatkan untuk sektor usaha tentu akan bertambah dan menjadi aset yang baik bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Berbeda jika hanya dihabiskan pada belanja konsumsi semata.
Seperti apa yang dilakukan oleh Ny. Trisinah, warga Lampung Timur ini, beliau mendapatkan suntikan bantuan langsung tunai bukan sekedar untuk membeli beras semata, tapi uang tersebut dimanfaatkan untuk membuat usaha kantong beras berbahan kertas semen. Usaha ini cukup membantu kebutuhan ekonomi rumah tangganya. Karena ketekunan membangun usaha ini, kebutuhan harian pun dapat tercukupi dan tidak melulu menunggu apa yang dikucurkan pemerintah. Meskipun modal tersebut dirasa kurang lantaran tingginya minat toko sembako yang ingin memesan kantung dari Ny. Trisinah.
Tak hanya Ny. Trisinah yang memanfaatkan bantuan langsung dari pemerintah tersebut, karena Tn. Man, yang menggunakan uangnya sebagai persiapan membuat bata merah. Ia menggunakannya sebagai modal awal pengerukan tanah dan pengolahan serta membeli merang sebagai bahan membakar bata hingga menjadi potongan-potongan bata yang bisa dijual.
Cukup lumayan meski dirasa kurang dengan uang yang tak seberapa itu, tapi bagi Tn Man cukup membantu untuk melanjutkan usahanya.
Berbeda dengan Tn Miskun, yang sejak lahir tinggal di Kota Metro ini, meskipun rumah tangganya sederhana, ia tidak terlalu menggantungkan hidupnya dari bantuan pemerintah, tapi justru memanfaatkan modal ternak dari menjual hasil sawahnya untuk dipelihara sendiri. Kerbau yang semua hanya satu ekor, dan menerima gaduhan dari temannya, kini sudah berjumlah lima ekor. Jadi untuk urusan biaya mendesak Tn Miskun sudah tidak keberatan lagi. Tinggal menjual anakan maka uang jutaan rupiah akan ia dapatkan.
Meskipun demikian usaha dan kerja keras dari Ny. Trisinah, Tn. Man dan Tn. Miskun tentu diawali oleh semangat kemandirian dan tidak semata-mata menunggu kucuran bantuan dari pemerintah. Namun demikian mereka pun butuh mendapatkan suntikan modal agar usaha mereka tidak berhenti lantaran naiknya BBM dan tingginya bahan baku dan harga sembako saat ini.
Salam
Recomended:

Sumber:

Minggu, 19 April 2015

Presiden Jokowi (hanya) Pelayan Rakyat, Benarkah?

Megawati Soekarnoputri
Gambar : Suasana Kongres ke IV PDIP di Bali 12 April 2015 (sumber: www.bbc.co.uk)
HUKUM DAN POLITIK Polemik pernyataan ibu Megawati terkait posisi Presiden Jokowi sebagai petugas partai sampai detik ini masih hangat untuk dibicarakan. Meskipun sebenarnya ungkapan petugas partai hak asasi Ibu Megawati selaku Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang secara sah terpilih kembali pada Kongres PDIP ke IV di Bali tanggal 12 April lalu. Tentu saja meskipun istilah petugas partai menjadi hak ketum PDIP tersebut, tentu akan menjadi banyak penafsiran, dan secara otomatis menjadi silang pendapat apakah sampai sejauh ini Ketum PDIP beberapa periode tersebut masih saja mencengkeram kuat di pundak Presiden Jokowi? Tentu tidak semudah untuk diambil kesimpulan.
Apalagi sejauh ini Presiden Jokowi memang kader PDIP yang telah memenangkan kontestasi politik di negeri ini, sehingga amat wajar seorang Ketua Umum tetap menganggap kadernya sebagai petugas partai. Meskipun pada akhirnya Ibu Megawati menjadi bulan-bulanan netizen yang "tersinggung" dengan penyebutan petugas partai. Padahal secara historis seorang kader partai memang mendapatkan tugas "amanah" dari partai untuk mengelola negara ini dengan sebaik-baiknya beradasarkan konstitusi negara dan garis besar haluan partai tersebut.

Terkait elok dan tidak elok penggunaan istilah petugas partai, tentu akan berbeda antara PDIP sendiri selaku induknya Presiden Jokowi, dan rakyat pada umumnya yang merasa telah memilih semata-mata Jokowi secara personalnya, dan tidak mengaitkan dengan keberadaan PDIP selaku perahu yang membawanya memenangkan kontestasi politik tersebut.

Belum lagi ketika dipadu padankan dengan istilah "jongos" menurut para netizen, tentu akan berbeda prinsip dalam hal ini. Mengingat jongos atau babu sebenarnya cukup merendahkan presiden Jokowi yang memiliki kewenangan di negara ini. Belum lagi jika identitas petugas partai tersebut sengaja digulirkan demi menjerat kinerja Jokowi yang ingin melayani rakyat tapi justru "harus" melayani partai. Meskipun hal ini tidak terbukti.

Bagaimana tidak, beberapa agenda Ibu Megawati yang sejatinya ingin menempatkan presiden Jokowi selaku kader yang harus di bawah kendali mutlak partai ternyata sampai saat ini tidak terbukti. Dalam langkah kerjanya, banyak keputusan yang menurut beberapa pengamat adalah perintah Ketum PDIP tersebut, ternyata dianulis dan Presiden Jokowi ternyata memberikan keputusan berbeda. Budi Gunawan yang batal menjadi Kapolri lantaran tidak dilantik Presiden Jokowi. Presiden Jokowi tidak mau secara mentah-mentah menelan perintah atasanya di partai, disebabkan karena beliau lebih memilih suara rakyat, di mana suara rakyat sampai saat ini tidak menghendaki sosok yang tersangkut persoalan hukum untuk menjadi pejabat negara.

Satu keputusan di atas sudah menunjukkan meskipun dalam tataran partai beliau adalah benar petugas partai, tapi di tataran kebijakan sama sekali keluar dari konteks perintah partainya. Tentu saja beliau memandang jabatan Presiden adalah mengejawantahkan titah partai, akan tetapi tidak melawan dengan kehendak rakyat apalagi konstitusi RI sendiri.

Posisi presiden Jokowi akan jauh sekali bedanya dengan kepemimpinan Soeharto kala itu yang benar-benar menjadi ujung tombak keinginan partai berlambang pohon beringin tersebut.
Selain perbedaan yang mendasar apa yang dialami presiden Jokowi dengan presiden sebelumnya, beliau sangat tegas ingin memberantas korupsi, meskipun yang terlibat korupsi adalah "kawan" satu partainya.
Semua mekanisme penegakan hukum diberikan sepenuhnya kepada KPK dan Polri yang memang memiliki wewenang tersebut. Jadi indikasi bahwa Presiden Jokowi "mutlak" petugas partai nyatanya tidak terbukti. Beliau menghormati kebijakan partai karena beliau semata-mata sebagai seorang kader yang harus mengemban amanah partai dalam menjalankan roda pemerintahan, tapi akan memiliki kemampuan untuk menolak jika apa yang diperintahkan oleh partai berseberangan dengan keinginan rakyat.

Boleh jadi dengan beberapa sikap independen Presiden Jokowi tatkala melawan titah Ketum Partai bisa disebut sebagai proses perlawanan. Dengan kata lain Presiden Jokowi benar-benar ingin menempatkan dirinya secara utuh sebagai presiden (kepala negara) dan bukan semata-mata sebagai petugas partai.

Namun, sayang sekali, cara Ibu Mega menyampaikan pidato seolah-olah beliau berada di atas posisi presiden, meskipun pada pertemuan itu kapasitas Presiden Jokowi seorang kader PDIP yang diundang oleh partai. Ketika dalam situasi segalanya terbuka, semua media meliput, mengomentari dan menafsirkan sendiri-sendiri istilah petugas partai tentu akan banyak muncul sentimen di dalamnya. Kesalahan dalam menggunakan kosa kata ternyata justru menjadi bola panas yang menghantam Jokowi dan Megawati sendiri selaku ketua umum terpilih.

Bahkan menurut beberapa pengamat, PDIP memang selamanya akan dibawah kendali Ibu Megawati, meskipun generasi sudah berubah, dan mantan Presiden Soekarno tidak pernah mengatakan bahwa kendali partai berada di bawah lingkungan keluarganya. Tapi itulah keanehan, meskipun ada banyak calon ketua umum yang sebenarnya memiliki kompetensi, ternyata tidak ada satupun yang berani menggantikan Megawati sebagai ketum yang baru.

Trah Soekarno turut menjadi fenomena yang tak terpecahkan sampai saat ini. Entah, apakah kader-kader PDIP sengaja membiarkan partai ini besar dahulu di bawah kepemimpinan Megawati, untuk kemudian diambil alih jika beliau sudah wafat? Entahlah. Yang pasti sejauh ini keberadaan Puan Maharani yang dielu-elukan dapat menggantikan posisi sentral Megawati ternyata masih jauh dari yang diharapkan.

Akhirnya, dalam situasi kongres dan posisi Presiden Jokowi adalah kader yang diundang, maka wajar saja ketua umumnya mengatakan bahwa beliau adalah petugas partai, wakil partai yang mengemban amanah rakyat. Bukan hanya Presiden Jokowi yang petugas partai, karena anggota legislatif, para menteri dan semua kader partai adalah semata-mata mengemban tugas dari partai. Namun demikian, bukan berarti harus menempatkan Jokowi atau presiden-presiden lainnya sebagai pesuruh yang tidak memiliki hak prerogratif atas kebijakannya sendiri selaku kepala negara.

Salam

MAA

Bagaiamana Jadinya Jika Kue Brownies Ditumpangi Ganja

Permalink gambar yang terpasang
Gambar: Brownies, sulit membedakan antara brownies dengan atau tanpa ganja (vivanews.com)
Baru-baru ini Kompas online merilis berita tentang penangkapan pembuat dan pengedar kue brownies yang dicampuri ganja. Narkoba kelas satu ini ternyata sengaja diedarkan dengan memanfaatkan kelengahan aparat. Mereka mengedarkannya dengan cara yang tidak lazim, mencampurkan narkoba ke dalam kue brownies.

Apa jadinya jika kue brownies pun tak luput dari campuran produk berbahaya tersebut? Konsumen yang boleh jadi hanya peminat kue, ternyata harus mengkonsumsi narkoba tanpa disengaja. Meskipun dugaan saya para pemesan kue tersebut hanyalah trik dan modus bagaimana mereka bisa menikmati narkoba tanpa diketahui oleh aparat Badan Narkotika Nasional (BNN).

Pembuat brownis dengan resep ganja tersebut membuka lapaknya di kawasan Blok M Plaza, Jakarta Selatan. Mereka membuat kue tersebut sengaja untuk menutupi ulah buruknya menjajakan barang haram tersebut berharap tidak tercium oleh aparat. Seseorang dengan inisial IR (38 th) ini terendus pihak BNN tatkala kue yang disantap pelanggan yang kebetulan siswa SMP, justru membuat teler selama 2 hari. Kecurigaan akhirnya terbukti  setelah dicek di laboratorium, makanan tersebut mengandung THC, zat yang terdapat dalam ganja.

Tanpa menunggu lama, pihak BNN pun melakukan penyergapan dan ditemukan barang bukti beberapa paket ganja, adonan ganja dalam baskom yang siap dibuat menjadi kue dan tak hanya itu, ternyata selain menemukan paket ganja, BNN pun menemukan alat isap (bong) yang biasa digunakan oleh para pengguna narkoba (sabu). Diduga seperangkat alat hisap tersebut memang disediakan oleh pengedar setelah berhasil menjerat korbannya ke dalam pengaruh narkoba.

Produk makanan yang berbahaya ternyata tak hanya masyarakat umum, kalangan terpelajar, siswa SMP bahkan mungkin SD,  termasuk kalangan mahasiswa ternyata menjadi pelanggan tetap. Sebuah kondisi yang cukup memprihatinkan.

Ketika Ganja dijadikan Bahan Makanan

Menurut informasi yang saya dapatkan beberapa waktu lalu, dari seorang pendatang yang kebetulan berasal dari Aceh, beliau menceritakan bahwa ganja sebenarnya bisa digunakan sebagai campuran bumbu masakan. Alasannya karena dengan narkoba tersebut masakan akan terasa lebih lezat. Semoga saja informasi ini tidak benar. Karena masyarakat Aceh adalah kaum agamawan dan menjaga tradisi leluhur yang menghindarkan diri dari makanan haram.

Namun anehnya, informan tersebut tanpa basa-basi menjelaskannya bahwa penggunaan ganja tersebut sudah sedari nenek moyang mereka. Mereka memang memanfaatkannya untuk tambahan bumbu dapur. Entahlah, apakah ini hanya modus peredaran narkoba secara terselubung atau memang benar adanya untuk mempergurih masakan. Yang pasti narkoba, termasuk ganja sampai saat ini masih tergolong zat berbahaya bagi penggunanya. Dan tak dapat digunakan untuk apapun termasuk dicampurkan dalam makanan.

Melihat fenomena peredaran ganja di tanah air dan kebetulan ketika terjadi penggerebekan ternyata barang haram tersebut banyak dihasilkan di wilayah Aceh.  Turut memicu perhatian orang tua, termasuk saya sendiri selaku orang tua semakin was-was. Apalagi beberapa waktu yang lampau menurut informasi didapati permen yang sengaja dicampur narkoba. Awalnya si anak menerima pemberian orang yang tak dikenal, karena narkoba adalah candu, lama kelamaan pengaruh zat adiktif tersebut merusak syaraf anak-anak, dan secara otomatis mereka menjadi pengguna dan pelanggan baru peredaran narkoba.

Tak hanya pada permen, karena perluasan peredaran ganja sudah masuk ke semua lini kehidupan. Tak heran jika kita menemukan segerombolan anak-anak yang awalnya tak mengenal narkoba ini, tiba-tiba ketagihan dan terjerat menjadi pengguna aktif tanpa bisa dicegah dan sulit disembuhkan.

Pemanfaatan Kantin (koperasi) sekolah dalam mengantisipasi makanan bercampur narkoba

Sebagai bagian pendidik di sekolah, sampai sejauh ini, pemanfaatan koperasi sekolah, termasuk di dalamnya kantin sekolah ternyata masih jauh dari yang diharapkan. Karena sampai sejauh ini pula, saya masih banyak melihat sekolah-sekolah yang memiliki kantin, ternyata makanan yang dijual tidak memenuhi standar kesehatan. Banyak makanan ringan yang mengandung pengawet dan seringkali kontrol kadaluarsa kurang begitu dilakukan oleh sekolah.

Maka amat wajar, jika setiap tahun terdapat anak-anak yang menjadi korban makanan yang dijual bebas. Apalagi jika kantin tersebut dikelola oleh masyarakat umum yang kurang begitu memahami pengaruh makananan berbahaya bagi kesehatan.

Di samping pemanfaatan kantin sekolah yang tak memenuhi harapan, ternyata situasi ini dimanfaatkan oleh para pedagang nakal yang memanfaatkan kesukaan anak-anak akan makakan siap saji. Makanan yang dijual seringkali yang penting murah, tapi bahan yang digunakan ternyata tidak layak konsumsi.

Belum lagi makanan seperti sosis ternyata banyak pula yang diketemukan telah kadaluarsa dan berjamur. Ditambal lagi saus yang beredar rata-rata berasal dari produk sukabumi yang notabene diproduksi dari ampas pabrik singkong dicampur bahan kimia.

Terlihat sekali, pihak sekolah, dan dinas kesehatan kurang begitu respeck terhadap peredaran makanan tak layak konsumsi. Masyarakat seringkali kecolongan dengan makanan berbahaya meskipun makanan tersebut acapkali dijual di lingkungan pendidikan.

Mudah-mudahan, dinas terkait mulai mawas diri, dan melakukan pengecekan secara berkala terhadap makanan-makanan yang dijual di kantin atau warung-warung di sekitar sekolah, agar harapannya makanan yang dikonsumsi anak-anak kita benar-benar bebas dari barang berbahaya termasuk narkoba. Sehingga orang tua tidak perlu khawatir lagi terhadap makanan yang disantap oleh anak-anaknya.

Semoga

Sumber : Kompas.com

Andaikan Pejabatku Seperti Olga Syahputra

Billy Syahputra menggunggah foto yang memperlihatkan keadaan terbaru dari Olga Syahputra
Foto Billy dan Olga Syahputra tatkala terbaring sakit. Sumber showbiz.liputan6.com


HUKUM DAN POLITIK  Kurang lebih dua pekan jasad Olga Syahputra alias Yoga terbujur di peristirahatan terakhir. Sosok yang cukup menyita perhatian infotainment dan seluruh fans yang cukup kocak dan menghibur ini.

Di suasana haru pula tatkala jasad almarhum di semayamkan, ternyata yang membuat hati ini turut bertanya-tanya, apakah masih ada sosok yang berbudi baik sekaligus penghibur ini ada di negeri ini. Sosok yang selalu mengundang kontroversi karena kata-kata yang ceplas-ceplos, namun selalu ditunggu-tunggu bilakah tampil kembali di acara lawakan. Pria kelahiran 8 Februari 1983 ini ternyata menjadi fenomena bagi jagad selebritis di tanah air.

Sosok yang senantiasa membuat hati ini membaca, melihat dan tergugah akan keelokan sikap Olga sehingga tak sedikit para fans dan rakyat negeri ini yang mendoakan almarhum. Doa-doa yang dimunajatkan keharibaan Ilahi demi ampunan yang diberikan kepada Olga.

Tapi, ketika berbicara tentang kelembutan hati, ketulusan ketika membantu sesamanya, ternyata saya melihat ada yang kontradiktif di negeri ini. Di saat banyak orang yang mendoakan kepulangan Olga ke pangkuan Ilahi, ternyata rakyat turut mengelus dada dan prihatin atas ulah pejabat dan wakil rakyat di negeri ini.

Para wakil rakyat yang semestinya menjadi panutan, teladan dan tambatan hati bagi rakyat yang diwakilinya. Mereka dengan mudahnya bisa menyajikan tontonan menarik di senayan dengan program yang menyentuh kehidupan rakyat banyak, ternyata keadaannya justru berbalik arah. Mereka menunjukkan sikap yang kurang dewasa dalam bertingkah laku. Berduel, adu jotos dengan sesama wakil rakyat. Beda jauh dengan sang komedian tersebut, dalam kepulangannya ternyata tak beribu-ribu orang bahkan jutaan mungkin mendoakan beliau. Bagaimana dengan pejabat kita?

Itulah pembicaraan yang sampai saat ini selalu menyelingi setiap pertemuan saya dengan keluarga, memimpikan sosok yang benar-benar mewakili aspirasi rakyat dengan kebijakan yang benar-benar menyentuh rakyat. Mereka berbicara sangat santun dan membuat kagum, dan keputusan mereka akan senantiasa dibaca sebagai keputusan yang terbaik dan ditunggu-tunggu oleh rakyat. Sosok para wakil rakyat yang ketika tiada akan selalu dicari-cari dan didoakan semoga diberikan kehidupan yang sejahtera.

Tapi, jika melihat program kerja para pejabat negeri ini, seakan-akan pikiran saya semakin tak jelas dalam menerka, apakah mereka benar-benar ingin mewakili rakyatnya atau justru kelompok dan kepentingan sendiri?

Berbeda jauh dengan Olga, di masa kehidupannya tak pernah ada kata menyerah ketika mencari rezeki yang halal. Tak pernah sedikitpun melalaikan tugasnya ketika harus mencintai dan mencukupi kebutuhan adik-adiknya. Dan tak pernah alpa, tatkala si miskin papa membutuhkan pertolongannya. Ia selalu hadir dan siap membantu siapa saja yang mengharapkan bantuannya.

Bagaimana dengan wakil rakyat kita? Coba saja dilihat, belum lama ini mereka beramai-ramai mengusulkan DP untuk mobil dinas yang nilainya ratusan juta rupiah, belum lagi permintaan gaji dan tunjangan yang juga tak sedikit. Apalagi akhir-akhir ini suhu politik semakin memanas. Seperti tak lekang oleh amarah dan intrik politik yang seakan-akan membuat negeri ini semakin tenggelan dalam kekalutan.

Padahal, ketika mereka bisa sedikit meniru bagaimana kerja keras pelawak satu ini dalam membantu sesama dan memenuhi kebutuhan keluarganya, tentu doa-doa rakyat akan mengalir deras pada mereka, jika rakyat melihat begitu concern-nya mereka tatkala memikirkan rakyat yang tengah dirundung persoalan hidup. Setiap hari ada saja rakyat yang mati lantaran himpitan ekonomi dan tak mampunya mencari pengobatan lantaran biaya yang tak mampu dijangkau.

Apalagi jika melihat betapa nilai rupiah seperti tak berharga, seolah-olah tak berguna uanng yang dicari selama sehari ketika harus dibelanjakan. Semua habis tanpa sisa dengan perolehan barang yang sedikit sekali. Dampaknya, meskipun sebulan bekerja, maka gali lubang hutang yang baru pun terjadi lagi.
Itulah gambaran yang memprihatinkan yang selama ini terjadi.

Seandainya wakil rakyat benar-benar mewakili rakyat, maka mereka tak kan meminta tunjangan aneh-aneh yang justru menyindir kesusahan rakyat. Mereka tak kan menunjukkan tontonan menyedihkan lantaran beradu jotos di ruang sidang. Itu jika wakil rakyat adalah benar-benar mewakili rakyatnya. Nah, kalau ternyata mereka tidak mewakili rakyatnya ya terserah saja.

Tapi, bagaimanapun juga, para wakil rakyat hendaknya melihat sepak terjang olga syahputra, bagaimana almarhum mengabdikan separuh hidupnya untuk kepentingan orang lain, meskipun di akhir hayatnya berakhir dalam kesakitan lantaran penyakit yang mendera.

Selamat jalan Olga Syahputra, semoga Allah SWT menempatkanmu di tempat yang mulia di sisiNya.

Aamiin

MAA

Minggu, 25 Januari 2015

Style Keributan Bukan Gaya Mahasiswa


Mahasiswa Makassar hang tengah berdemonstrasi pasca kenaikan BBM

Saya tertarik dengan berita yang muncul di dua media onlie terkemuka di Indonesia, Kompas.com dan Republika.co.id. Dan mungkin berita dari kedua media online tersebut juga diikuti oleh media-media massa lainnya. Yakni memberitakan tentang kericuhan saat demo yaitu Demo BBM Ricuh: Itu Style Makassar

Sebenarnya sih kalimat ini terlihat kasar dan tendensius, tapi terkesan dianggap biasa saja. Apalagi pernyataan tersebut disampaikan oleh Wapres Jusuf Kalla setelah terjadi kericuhan antara mahasiswa UNM dengan Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan yang kebetulan kericuhan diawali oleh dipanahnya seorang aparat kepolisian oleh mahasiswa, kemudian berlanjut kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian terhadap para demonstran dan wartawan.

Kalau boleh saya kutip secara langsung dari Media Online tersebut, di antaranya dari Kompas.com yang dirilis tanggal 14 November 2014,  sebagai berikut:

“Ada memang kemarin besar di UNM (Universitas Negeri Makassar), tapi diperbesar itu karena media juga. Baru mereka mau demo karena media itu. Begitu ada media, ngamuk, ngamuk, ngamuk. Begitu Anda pergi, berhenti lagi. Begitu style Makassar itu,” ujarnya.

Begitu juga Isi berita di Republika.co.id yang juga mengulas informasi yang relatif sama tentang kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat Makassar, meskipun kejadian tersebut terjadi antara mahasiswa Universitas Negeri Makassar dan Aparat Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan, dengan merilis berita sebagai berikut:

“Menanggapi situasi di Makassar, Wakil Presiden Jusuf Kalla pun menyebut kerusuhan yang terjadi merupakan gaya warga Makassar. “Di Makassar itu mahasiswa emang begitu. Dinamisnya apa saja semua di demo. Sebenernya kecil, tapi diperbesar itu, karena juga begitu mau demo ada media itu ngamuk-ngamuk, begitu media pergi berhenti lagi. Itu style Makassar,” ujar JK di Istana Wakil Presiden, Jumat (14/11). “

Sebenarnya kedua berita ini masih saya anggap biasa saja, lantaran demo yang berujung kericuhan tidak hanya di Makassar saja, akan tetapi juga terjadi di Lampung yang beberapa tahun lalu pra lengsernya Soeharto juga terjadi kericuhan, bahkan ada satu mahasiswa yang tewas.

Tapi melihat pernyataan yang sangat tendensius tesebut sepertinya logika saya langsung tersentak kaget, terkejut tanda tak percaya. Apakah memang mahasiswa diidentikkan dengan kekerasan dan pembuat kericuhan? Tentu kita semua tidak sepakat dengan pernyataan ini. Lantaran mahasiswa yang saya pahami adalah selalu mengedepankan semangat demokrasi yang beretika dan menyampaikan segalanya dengan jalan yang santun, arif dan bijaksana.

Secara pribadi meskipun saya bukan orang Makassar, saya kurang sepakat dengan pernyataan Pak Jusuf Kalla yang terkesan “menganggap” masyarakat Makassar menyukai kekerasan dalam menyampaikan gagasan atau opini dan penolakan terhadap kenaikan harga BBM. Meskipun saya tahu bahwa karakter masyarakat Makassar memang lumayan keras, tapi jika dikaitkan “Style” dengan maksud memberikan stempel, dan stigma buruk bahwa masyarakat Makassar adalah masyarakat yang suka kekerasan adalah kurang saya sepakati. Entah, bagi mahasiswa Makassar apakah menerima pernyataan ini atau tidak. 

Apalagi jika dikaitkan dengan istilah Ngamuk-ngamuk selayaknya mahasiswa diidentikkan dengan sekelompok orang yang tidak punya aturan dan pendidikan, karena segalanya diselesiakan dengan mengamuk (marah yang kelewat batas).

Yang anehnya lagi, mengapa Pak Jusuf Kalla begitu mudahnya melontarkan pernyataan yang cukup kontroversial di media sedangkan Beliau adalah asli berasal dari Makassar? Bukankan pernyataan ini sama halnya dengan pribahasa “menepuk air di dulang terpercik muka sendiri?” Secara tidak langsung Pak Jusuf Kalla sudah menganggap masyarakat Makassar memiliki karakter buruk dengan aksi brutal tatkala melakukan demonstrasi. Padahal saya yakin pernyataan ini hakekatnya juga akan kembali pada Pak Wapres sendiri yang nota bene berasal dari daerah tersebut.

Saya kurang sepakat dengan stigma kekerasan adalah model atau style mahasiswa saat ini, karena yang saya pahami dari mahasiswa modern adalah mereka selalu menyuarakan aspirasi secara damai dan bukan kekerasan. Boleh kita melihat bagaimana mahasiswa Hongkong yang berdemo tanpa aksi kekerasan, bahkan meskipun mereka sudah menyuarakan aspirasi yang cukup lama dan tak didengar, faktanya demonstrasi tersebut tidak berujung ricuh.

Nah, seandainya kita tidak sepakat dengan kenaikan BBM kenapa aparat yang tengah bertugas mesti menjadi korban? Bukankan kenaikan BBM ini adalah murni rencana Presiden Jokowi dan Kabinetnya? Dengan alasan untuk dialihkan kepada bentuk lain yang lebih bermanfaat bagi masyarakat?

Dan apakah kita masih kurang sepakat bahwa kenaikan BBM inipun juga dirasakan oleh daerah lain? Faktanya sampai saat ini meskipun terjadi unjuk rasa di beberapa daerah pun tidak sampai menimbulkan kekerasan fisik.

Salam

Sumber : Kompas.com, Republika.co.id

FPI dan Ahok Ribut, Musyawarah Dong!

Demo tolak Ahok di depan DPRD Jakarta (merdeka.com)

Alhamdulillah saya masih bisa menyempatkan menulis di blog ini. Meskipun beberapa hari ini sinyal sangat lelet, jadi untuk menulis saja sudah susah apalagi mau memberikan komentar di tulisan terdahulu kayaknya juga lebih sulit. Jadi ya mohon maaf saja jika komentar belum sempat saya balas.

Seperti biasa, ketika melihat keributan di sana-sini sepertinya kog ya nggak habis-habis. Apa sengaja dibuat ribut, suka ribu atau memang karakternya memang suka keributan. Apa nggak kepingin damai, tenang tanpa kericuhan meskipun sedetik? Tapi kayaknya semua ingin hidup damai baik dalam kesendirian maupun ketika hidup berdampingan dengan tetangga, masyarakat lain yang tak sepaham maupun dengan yang berbeda prinsip. 

Inilah Indonesia, negara yang sebenarnya sudah merdeka dari dulu, tapi melihat kekisruhan di sana-sini sepertinya perlu diformat ulang, atau minimal di scan dengan antivirus terbaru, agar virus-virus yang menggerogoti fikiran penghuni negeri ini segera lenyap. Ah mustahil, meskipun bisa sih damai. 

Seandainya kedamaian benar-benar terbentuk di bumi Pancasila ini tentu karena paksaan. Negara bisa damai apa mesti karena kekerasan militer ala orde baru? di mana-mana damai karena satu saja riak kecil yang memancing keributan dan kekisruhan langsung di dor. Gak melihat dari kelompok mana, mau agama manapun kalau buat konflik ya sudah dihabisi. Tapi nyatanya meskipun suara-suara kritis dan kekerasan di jalanan dibungkam dengan paksa, faktanya rakyat adem ayem dan tak ada kekisruhan

Tapi apa iya, negara ini mau memakai cara kekerasan dalam mengatur rakyatnya? Semua harus diselesaikan dengan kekerasan? Main tangkep sana, tangkep sini, hukuman penjara tak pernah sepi, dan yang lebih miris lagi setelah diculik mereka tak pernah kembali karena aksi kritis mereka terhadap kebijakan dan pemimpin yang dianggap tidak mewakili kelompok tertentu. Semoga saja kita tak perlu lagi flashback ke masa lalu, karena masa lalu sangat pedih dan meninggalkan luka lama yang tak juga sembuh.

Begitu juga jika melihat kontradiksi terkait akan naiknya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke kursi Gubernur DKI Jakarta. Tapi anehnya kog ya kontradiksi atau perang opini hanya FPI (termasuk HTI) dan Ahok sendiri? Kenapa tidak ada organisasi Islam seperti misalnya NU, Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain yang menyuarakan penentangan terhadap calon gubernur DKI Jakarta tersebut? Ada apa ini? Apakah benar-benar murni karena penilaian sporadis semata karena Ahok Kristen? Atau ada sisi gelap dan surat saksi yang dipegang oleh kedua belah pihak ini ketika mereka saling bertentangan. 

Apakah Ahok sudah menyakiti FPI dengan kata-kata yang kasar? karena di beberapa media menyebutkan bahwa FPI menolak Ahok lantaran kata-katanya yang kasar dan menyakiti hati umat Islam. Benarkah demikian? Atau memang semata-mata karena tidak ingin Jakarta dipimpin oleh umat yang berbeda. Padahal sudah bertahun-tahun daerah tersebut dipimpin oleh umat Islam, tapi kondisinya masih jalan di tempat, bahkan semakin parah.  Menyelesaikan sampah dan kumuhnya ibukota saja gak bisa diandelin.

Beruntung Jokowi bergandengan dengan Ahok yang ternyata bisa menyelesaikan-meskipun belum seratus persen) kerumitan ibukota. Tapi ini sebuah prestasi dan Jokowi ternyata tak pernah merasa ribet ketika bersama-sama bekerja dengan Ahok yang notabene memiliki keyakinan berbeda. Sebagai seorang kepala daerah tentu kebijakan berdasarkan undang-undang dan peraturan daerah. Gak boleh mewakili keinginan individu dan kelompok. Jadi semuanya dikembalikan pada konstitusi. Jadi jika semua dikembalikan pada konstitusi maka semuanya akan terasa nyaman.

Tapi, anehnya, meskipun kepemimpinan Jokowi dan Ahok sudah cukup gemilang, dan ingin dilanjutkan oleh Ahok-jika pengangkatannya sesuai konstitusi- maka tidak ada yang patut dipersoalkan. Terkait pengangkatan langsung oleh DPRD karena undang-undang yang mengatur pemilihan kepala daerah, maka sepatutnya DPRD yang harus memilih. Jadi tidak ada silang pendapat siapa yang akan naik jadi kepala daerah.

Jika persoalan naiknya seorang kepala daerah turut dibumbui dan diperuncung dengan sentimen agama, maka sudah dapat dipastikan sebuah pemerintahan meskipun di tingkat daerah akan carut marut, tak tentu arah dan semakin semrawut lantaran demo penolakan selalu muncul di sana-sini. Tapi sayangnya yang menolak adalah sebagian kecil dari kelompok umat Islam, FPI tidak mewakili keseluruhan umat Islam di Indonesia. Karena meskipun apa yang dilakukan oleh FPI dianggap sebagai perwakilan umat Islam di Indonesia, faktanya ada organisasi lain yang justru masih welcome dan terbuka dengan kepemimpinan dari penganut lain, dengan satu syarat tidak bertentangan dengan konstitusi.

Saya justru prihatin, penolakan kepemimpinan kepala daerah justru malah dimotori oleh sebagian umat Islam sendiri yang notabene harus mewakili umat Islam secara keseluruhan. Berbeda jika NU, Muhammadiyah  dan organisasi lain turut menolak Ahok, maka sudah dapat dipastikan keputusannya sangat mengerucut bahwa Ahok tak layak jadi geburner DKI Jakarta. Meskipun faktanya hanya FPI yang bersuara lantang.

Apakah penolakan Ahok murni karena beliau berbicara tak sopan? atau karena faktor agama?

Jika persoalannya karena Ahok tak sopan tentu menjadi masukan bagi Ahok agar dalam berbicara lebih mengedepankan etika kesopanan dan kesantunan. Mana mungkin seorang kepala daerah secara tidak langsung mengajarkan etika atau akhlak yang buruk kepada warganya. Ahok mesti berubah, sedikit mengerem dan memberikan ruang tenggang rasa dan teposeliro terhadap warga lain yang tak terbiasa dengan kata-kata kasar. Meski saya menilai kasarnya Ahok karena beliau tegas dan tak suka dengan pekerja yang lambann.

Namun demikian, karakter seseorang memang tidak bisa diubah oleh orang lain tapi murni karena Ahok sendiri yang ingin menata cara bicara dan kesantunan dalam pergaulan dengan bawahannya. Menurut saya demikian.

Nah, akan berbeda situasinya jika penolakan terhadap Ahok dipicu persoalan agama, maka sudah pasti sudah bertentangan dengan konstitusi, Pancasila dan UUD 45. Karena siapapun saja, entah latar belakang apapun berhak menjadi kepala daerah. Yang penting sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kenapa mesti menolak secara mentah-mentah calon pemimpin daerah dari agama lain jika semua orang berhak berpolitik? Seandainya setiap orang dilarang berpolitik karena alasan agama yang berbeda, alangkah menyedihkan dan ironi sekali pola pemerintahan seperti ini. Memobilisasi masa untuk menolak pemimpin yang berbeda agama. Tentu ini adalah preseden buruk dan menyedihkan. 

Bagaimana mungkin bangsa ini akan hidup berdampingan secara damai jika persoalan perbedaan agama tetap dipersoalkan. Biarkan saja perbedaan itu mengalir apa adanya, toh itu sudah fitrah dari Allah SWT. Semua dilahirkan membawa fitrahnya masing-masing. Terkait keharusan memeluk Islam, tentu dikembalikan bahwa prinsip agama ini adalah dakwah, mengajak, dan kalaupun tidak mau maka tidak boleh memaksa. Tunggu saja sampai Allah SWT memberikan hidayahNya kepada Ahok. Kalau masih juga tetap dalam agamanya, itu pun hak setiap warga negaranya karena sesuai dengan konstitusi.

Sekali lagi, jangan campur adukkan persoalan politik dengan agama, karena segalanya menjadi runyam. Boleh suka dengan pemimpin muslim tapi tak sedikit pemimpin muslim yang korupsi. Begitu juga boleh tidak suka yang non muslim, tapi banyak juga non muslim yang baik dan rela berjuang demi bangsanya.

Apa yang mesti dilakukan FPI dan Ahok?

Tidak ada kata lain selain rekonsiliasi, duduk bersama, musyawarah atau apalah yang bertujuan ada kesepakatan antaran calon non muslim ini dengan FPI atau dengan umat Islam secara keseluruhan. Karena ini penting demi jalannya roda pemerintahan yang lepas dari kebencian karena perbedaan agama.

Jika FPI ingin menghentikan Ahok, tentu mustahil bisa dilakukan meskipun dengan anarkisme sekalipun karena justru akan mencoreng umat Islam secara keseluruhan, apalagi jika mekanisme pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada DPRD, maka persoalan sudah selesai. Serahkan saja pada DPRD memilih siapa calon kepala daerah yang baru. Nah, berbeda jika seorang wagub bisa langsung naik menjadi gubernur maka inipun persoalan lain yang berbeda karena akan dilihat dari konstitusi yang ada.

Sudah, cukup sudah keributan lantaran kebencian dan perbedaan agama, bangsa ini tak kan pernah maju jika kita selalu ribut dengan keyakinan seseorang. Biarkan mereka yang berbeda menjalankan agamanya. Tak usah diganggu asalkan mereka juga tidak mengganggu peribadatan umat Islam.
Apakah pemerintah berhak membubarkan FPI? Lihat dulu duduk persoalannya dan ada tidak pelanggaran yang masif dilakukan oleh FPI kog sampai-sampai mesti dibubarkan? Jika tidak ada maka biarkan saja mereka berjalan apa adanya. Lain persoalan jika FPI justru melabrak konstitusi atau melanggar undang-undang dan membuat keributan maka pemerintah harus mengambil sikap.

Salam

Andaikan Kolom Agama pada KTP Benar-benar dihapus


Sambil istirahat saya kembali mengulas persoalan yang sepertinya amat gak penting tapi justru dampaknya sangat ribet di kemudian hari. Yakni persoalan isu yang beredar tentang dihapuskannya kolom agama dalam KTP di Indonesia. Gak perlu juga nyangkutin KTP negara lain. Masalah?

Pada tulisan yang lalu saya masih membahas tentang sangat urgennya keberadaan agama dalam KTP seseorang, yakni jika si empunya meninggal akan mudah mengidentifikasi jenazahnya. Tapi yang dimaksud di sini apabila orang-orang di sekitarnya tidak mengenali yang bersangkutan, entah karena mereka berasal dari keluarga yang jauh atau memang keluarganya sudah tidak ada lagi alias sebatangkara. 

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa jika seseorang tidak jelas identitas agamanya, maka orang lain akan sembarangan mengelola jenazah orang tersebut. Meskipun kita sama sekali belum melihat dia shalat bagi orang Islam, karena alasannya ketika dia shalat berarti dia beragama Islam. Meskipun banyak pula orang yang mengaku-ngaku Islam nggak tahunya hanya kedok untuk menipu. Sedangkan KTP mereka tak pernah membuatnya.

Karena meskipun ia belum diketahui pernah shalat ataupun tidak, jika dalam perjalanannya kebetulan hanya identitas KTP yang bertuliskan Islam, maka umat Islam wajib menyolatkan. Tapi bagi agama lain tentu akan diserahkan kepada pemangku agama yang bersangkutan agar mengurusnya dengan baik.

Terlepas dari urusan pengurusan jenazah, dalam kebutuhan administrasi pemerintahan pun akan menjadi sebuah kerumitan tersendiri. Meskipun mereka terang-terangan shalat dan mengaku beragama Islam tapi jika tidak ada KTP maka keberadaannya tidak diakui. Sebuah dokumen penting dalam berbagai kebutuhan.

Adapun kebutuhan yang sangat mendesak diperlukan KTP adalah ketika seseorang ingin menikah. Pihak PPN atau P3N tentu akan meminta berkas yang berkaitan dengan KTP seseorang. Tentu yang dilihat kejelasan nama calon pengantin, alamat jelas, status singgle, duda atau sudah menikah (masih beristri) yang pasti ditanyakan dalam proses pengurusan pernikahan, keaktifan KTP karena menyangkut faktor kependudukan apakah masih berdomisili atau tinggal di daerah tertentu atau sudah pindah karena semua tercatat dalam sistem administrasi pemerintahan. 

Dan yang tak dapat dianggap sepele adalah persoalan agama calon pengantin. Selama ini undang-undang yang mengatur pernikahan beda agama masih menjadi kontradiksi dan tentu dalam Islam diharamkan. Jadi keberadaan KTP akan semakin jelas, apakah yang bersangkutan sama-sama Islam atau tidak. Nah, jika keduanya sudah memiliki status yang jelas sama-sama beragama Islam maka terkait agama seseorang sudah dianggap clear.

Lalu bagaimana jika kolom KTP dihilangkan?

1. Setiap orang akan menganggap bahwa identitas agama seseorang tidaklah penting.

Hal ini sudah dapat dipastikan terjadi, karena ketika menganggap status agama dalam KTP tidak diperlukan maka mereka akan muncul istilah Islamophobia (ketakutan terhadap Islam). Mereka tidak mau secara terang-terangan menunjukkan identitas agama dirinya dengan alasan ketakutan, dan takut diancam karena memiliki agama yang berbeda. Padahal identitas tersebut sebagai bukti bahwa ia memang sudah beragama Islam. Apalagi jika ada pihak-pihak yang ingin mengetahui identitas agama seseorang maka cukuplah melihat KTP maka akan diketahui dengan mudah.

Kenapa takut memiliki status agama tertentu di KTP jika tujuannya baik? Kecuali Anda ingin menyembunyikan identitas pribadi demi sebuah kejahatan. Setiap orang bisa saja mengaku-ngaku Islam atau agama apapun demi mencari keuntungan. Bisa saja seseorang berpakaian putih, pake kopiah putih, shalat di masjid terlihat khusyuk tapi justru ingin menyebarkan paham yang menyesatkan umat Islam.

2. Akan munculnya pernikahan beda agama

Kekhawatiran kedua adalah ketika kolom agama dalam KTP dihapus, maka akan muncul pernikahan beda agama. Hingga usulan disyahkannya pernikahan beda agama masih diharamkan dalam Islam, karena memang hukumnya haram alias dilarang. Jadi ketika kolom agama dalam KTP tidak ada maka sudah dapat dipastikan seseorang muda saja mengaku-ngaku Islam tapi ternyata tidak menganut agama ini, atau justru penganut ateis.

Apa yang terjadi jika dalam pernikahan Islam yang disucikan tersebut justru para pengantinnya adalah pasangan beda agama? apakah tidak sama halnya sebagai upaya melegalkan kumpul kebo? karena pernikahan mereka tidak syah secara agama. Silahkan saja yang ingin mencari sensasi menikah di negeri lain yang lebih liberal demi mendapatkan keabsahan pernikahan mereka meskipun perjalanan keluarga ini selamanya diharamkan karena melakukan zina.

Masih ada banyak hal yang justru membuat rumit jika kolom agama dalam KTP benar-benar dihapus karena berhubungan pada hal-hal yang bersifat prinsipil dan menyangkut muamalah seseorang.
Isu penghapusan agama dalam KTP semoga saja hanya angin lalu atau isu yang sengaja disebarkan oleh orang-orang yang tak beragama karena ingin menyebarkan ajaran sesatnya kepada umat yang sudah beragama. Munculnya ajaran komunisme di Indonesia yang sudah pasti bertentangan dengan Pancasila, UUD 45 dan sangat bertentangan dengan ajaran Islam.

Salam

Adian Napitupulu Tertidur, Partai Tercoreng dan Media Terancam

Adian Napitupulu tertidur saat sidang cukup menarik perhatian dari media dan netizen (merdeka.com)


Akhir-akhir ini dunia persilatan Dewan Perwakilan Rakyat sedikit gempar, tak hanya kalangan dewan yang terhormat, kalangan orang kampung pun membicarakan sosok anggota dewa dari PDI-P yang tertidur di ruang parlemen. Seperti diberitakan oleh Tempo  beberapa waktu lalu.

Meskipun jelas-jelas tertidur saat sidang, anggota dewan ini lekas-lekas memembantah dan berkilah bahwa dia hanya merem alias mejem tapi masih fokus dalam tugasnya. Dan anehnya lagi, karena dirinya dijepret wartawan, beliau hendak melaporkan media yang memberitakan dirinya ke pihak kepolisian. Aneh.

Banyak cibiran dan hujatan yang diarahkan kepada sosok beliau. Bahkan bagi lawan politik akan langsung menghujat habis-habisan, sambil berujar o..o..o begini ya seorang anggota dewan kerjaannya tidur melulu di kursi empuk dewan?

Meskipun demikian tidak sedikit pula yang membela, dan mengelus-elus dada Adian agar tidak esmosi karena menganggap tidurnya seorang anggota dewan dianggap biasa saja. Tentu ada pihak yang menyerang dan membela, itu sudah ada dalam kamus politik di Indonesia. Yang lawan dihujat dan yang kawan dipuji-puji meskipun masuk ke lubang buaya sekalipun.

Adian Napitupulu adalah salah satu sosok yang menjadi racun dan penyakit bagi sebuah partai besar seperti PDI-P, yang tentu saja akan merusak citra partai yang saat ini tengah berjuang mensukseskan kerja Presiden Joko Widodo. Kasus ini sebenarnya tidak kali ini saja terjadi, karena kasus anggota dewan tersebut pun terjadi pada partai lain, entah tertidur, ketiduran, sengaja merem atau sampai ngiler yang pasti dunia saat ini memperhatikan abdi masyarakat ini dalam bekerja. 

Apakah mereka benar-benar mikirin rakyat atau justru tengah asyik-asyiknya memikirkan dirinya sendiri dengan gaji yang aduhai. Saat ini berbeda dengan tempo dulu, di mana seorang anggota dewan begitu bebasnya tidur di dalam ruang sidang karena sidang selalu tertutup media. Nah, sekarang semua media menyorot dan memberitakan apapun yang dilakukan mereka. Seandainya mereka tak takut kamera 

Tuhan yang menyorot kegiatan mereka, kamera manusia menjadi saksi bagaimana hakekatnya pelaksanaan tugas mereka.

Tidak hanya Adian Napitupulu, kala itu Arifianto kedapatan tengah membuka situs porno pun membuat heboh dunia berita. Kebetulan Tempo.co juga media yang memberitakannya.  PKS dan Islamlah yang menjadi korban hujatan dan cibiran, oo begini ya partai Islam ini? kata mereka yang berseberangan. Dan itu wajar terjadi, siapapun yang salah tentu hukum sosial dan negara akan siap-siap menghadang. Tidak hanya penjara, bisa juga dipecat dari partai karena ulah konyolnya ini.

Tapi apakah pemecatan akan berlaku pula pada Adian karena telah mencemarkan nama baik dewan dan partai yang mengusungnya? Kayaknya sih nggak mungkin, karena nama baik partai semakin terancam. Dan benar, seketika itu pihak Adian dan Sekjen PDIP justru membahas pembelaan kenapa hanya dirinya yang diberitakan padahal ada anggota dewan yang tidur selain dirinya.

Menolaknya pemberitaan yang dilakukan Tempo, tentu menjadi preseden buruk bagi pers nasional karena saat ini menunjukkan sinyal negatif tidak boleh sembarangan membuat berita tentang seorang politisi. Padahal sejatinya apapun itu, tidak ada alasan tidur ketika sidang berlangsung. Tidak hanya berlaku bagi partai kecil, partai besar PDI-P pun sepatutnya tidak mentolerir, karena akan berseberangan dengan semangat Presiden Jokowi, dengan moto Kerja-kerja dan kerja, bukan tidur-tidur dan tidur.

Dan yang lebih aneh lagi, meski sudah bersalah, Adian tak segan-segan ingin melaporkan media yang memberitakannya dengan alasan yang sangat politis dan terkesan membela diri.
Nah, jika berita saja diatur-atur bagaimana kinerja mereka bisa dikontrol?

Salam

Sumber : Tempo.co, Kompas.com