Benar kata bijak, sesuatu yang diawali dengan
kebaikan, maka kebaikan pula yang akan didapatkan. Ibarat pula petani yang
menanam benih maka panenan yang didapat. Begitu juga sebaliknya barang siapa
yang memulainya dengan keburukan, niscaya kemudharatan yang akan didapatkan. Jangankan padi yang
menguning yang akan memenuhi lumbung para petani, justru rumput-rumput liar
yang merusak yang akan merusak hamparan padi mereka.
Capres-cawapres 2014 |
Itulah gambara negara ini, tak hanya urusan agama,
urusan politik sejatinya seperti adu fisik, adu debat pikir, dan yang lebih
parah lagi jika hingga benar-benar beradu
otot karena sebab bacot, badanpun menjadi mlocot (luka-luka) bahkan karena
politik yang tak santun, banyak nyawa melayang atau minimal banyak orang yang
terkena gangguan jiwa gara-gara politik.
Apakah seperti ini politik negeri ini dibangun? Dan
apakah memang politik yang memanusiakan manusia justru berpola seperti hewan di
hutan rimba, siapa yang kuat merekalah yang berkuasa. Karena telah berkuasa,
kekuasaan absolut pun akhirnya menindas para kaum lemah.
Sepertinya tidak ada satupun yang menghendaki
politik di negeri manapun dibangun dengan tetesan darah. Teramat mahal sebuah
politik jika harus mengorbankan saudaranya, membunuh rakyat yang tak berdosa,
mereka hanya menjadi tumbal politik dan bahan bakar sebuah rekayasa politik.
Demi mendapatkan kemenangan mereka memperdaya kaum miskin terpinggirkan.
Saudarapun akhirnya menjadi musuh, lawan menjadi kawan, tawa menjadi tangis,
keridhaan menjadi dendam. Politik ala hutan rimba, kini dijadikan pedoman untuk
mengurus manusia lainnya. Tak lazim tapi inilah faktanya yang terjadi di
Indonesia di manapun negara-negara yang berkonflik karena politik.
Pemilu, sebagai hajat lima tahunan pun sekedar membuang uang rakyat, yang sepatutnya digunakan untuk mensejahterakan rakyat, tapi justru dijadikan sebagai permainan belaka. Penguasa memanfaatkan uang rakyat demi untuk memuaskan hasrat kekuasaan. Wajar saja kemiskinan sepertinya sulit untuk disejahterakan. Bukan tanpa sebab, karena politik acapkali menghabiskan uang rakyat dengan sia-sia.
Mereka
berkompetisi dengan membuang uang yang susah payah dikumpulkan, seakan-akan
hanya dibuang percuma menjadi lembara-lembaran surat suara yang penuh rekayasa.
Bemilyar-milyar ongkos yang dihabiskan untuk
membiayai pemilu, toh ternyata dapatnya adalah parawakil rakyat hasil money
politik. Mereka berambisi menjadi wakil rakyat, justru menganiaya hak-hak
rakyat. Rakyat kecil mengharap sejahtera, dapatnya adalah kemiskinan semakin
merajalela. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin tertindas.
Apakah begini cita-cita kita? Apakah setiap kali
mencoblos lembar surat suara, tak menghasilkan apa-apa? Atau memang politik
hanya sebagai dagelan belaka. Jika benar demikian, untuk apa kita berdemokrasi
jika tak menggunakan hatinurani. Saudara saling menyakiti demi kemenangan semu.
Menghujat sana-sini seakan-akan kehilangan urat malu.
Bukankah Politik di Kompasiana Bukan Ajang Mencari
Musuh?
Sadar-atau tidak kita sudah kehilangan kontrol diri.
Semua karena ambisi dan membela tokoh
yang akan menduduki kursi, tapi saling menyakiti. Mereka tak sadar, tatkala
menyakiti lawan politiknya, hakekatnya mereka sudah menorehkan luka yang dalam.
Luka yang tak sepatutnya ditinggalkan oleh para partisan politik. Mereka
mendapatkan lembaran rupiah, demi mendapatkan simpati calon pejabat negeri.
Beginikah dapatnya, secara susah payah membangun persahabatan harus terkoyak
oleh ambisi para politisi?
Rendah sekaliharga diri Anda, jika karena mendukung
politisi fikiran Anda menjadi tak terkoreksi apakah sekedar cuap-cuap basi tak
berisi atau ambisi yang sama seperti mereka para politisi?
Sadar atau tidak,ada banyak member kompasiana yang
harus angkat kaki. Tentu saja karena kita-kita yang suka membully, menganggap
sesama kompasianer tak punya hati. Dapat apa sih Anda dari Prabowo atau Jokowi? Apakah sebuah mobil merci? Atau hanya
senyum pamer gusi dari para politisi?
Menulis dikompasiana hanyalah wadah untuk berbagi,
tapi bukan untuk menyakiti. Tak perlu juga memojokkan lawan politiknya dengan
amat keji. Mereka mengganggap saat ini perang sudah usai. Padahal perang itu
baru dimulai. Tatkala para simpatisan dan timses saling beradu teori dan
berujung anarki. Aku tak peduli. Anda yang memulai dan Anda pula yang harus
mengkahiri sengketa tak penting dan amat basi ini.
Lupakan saja permainan politisi jika hanya untuk
mengumbar janji. Siapapun terpilih mereka takkan bisa bekerja sendiri. Tapi
membutuhkan koalisi untuk membangun negeri.
Jika kita memahami, segala sesuatu yang berdampak
saling menyakiti apalagi mendustai hakekatnya sebuah kerugian belaka. Semua tak
bermakna apa-apa hanya memperturutkan ambisi pribadi. Bahkan bisa jadi politik
yang seperti ini dihukumi haram oleh Ilahi. Ia tak rela dunia ini semakin tak
ramah karena politik yang tak santun. Membuli dan menyakiti seakan-akan
menjadi tradisi.
Anda pilih Jokowi? Silakan saja pilih Beliau tak
perlu mencela yang berbeda dengan Anda. Dan jika Anda memilih Prabowo, jangan
rendah diri karena politik adalah kompetisi. Siapa yang dapat menarik simpati
maka merekalah yang menarik hati nurani. Bukan permainan politik yang keji.
Jangan bangga dulu jika di Kompasiana dipenuhi pendukung Jokowi. Karena di luar
sana ada jutaan umat yang tak membaca kompasiana yang memiliki pilihan sendiri.
Boleh jadi saat ini Jokowi JK bisa tertawa karena merasa menang dalam debat
capres-cawapres,tapi hukum Tuhan berkata lain, tatkala Tuhan menghendaki
jadilah maka jadilah ia. Tak peduli siapapun calonnya. Pahamilah bagaimana Pak
SBY bisa memenangkan pemilu presiden 2004-2014? Karena beliau dihujat dan
disakiti oleh Megawati. Itulah kemenangan yang tak disangka-sangka dan
diduga-duga.
Berusahalah netral, meskipun Anda memilih salah satu
di antaranya. Karena apalah artinya pemilu luberjudil jika Anda sudah
mengatakan bahwa Anda memilih calon presiden secara terang-terangan. Berhadap
kekerasan karena perbedaan pandangan tidak menghampiri kita. Pemilu Indonesia
benar-benar damai dan berlangsung dengan aman dan sukses tanpa anarki.
Salam Damai Penuh Berkah
Cintailah Capres - Cawapres Kita!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar