Agama bagi saya adalah ajaran yang amat terhormat. Begitupun saya dan
Anda, seseorang yang berusaha memegang teguh agama baik Islam maupun
bukan Islam, meskipun saya merasa tidak sempurna dalam menjalankannya
tapi merasakan sesuatu yang aneh, dan menurut saya sesuatu itu
sepertinya sudah lama ingin saya cermati. Sebatas kemampuan saya
memahami fenomena tulisan yang mengalir di Kompasiana serta di
media-media sosial lainnya.
Saya menduga, meskipun dugaan saya ini bisa jadi salah, saya melihat dan
merenungi bagian demi bagian dari judul dan tulisan serta komentar dari
teman-teman saya sepertinya terlalu memojokkan agama Islam. Agama
Islam yang saya junjung menjadi pedoman hidup dan saya menganggapnya
sebagai ajaran sempurna. Bagi saya dan penganut Islam lainnya
mudah-mudahan sepakat dalam hal ini. Tapi saya tidak mengaitkan kepada
penganut agama lain karena prinsip kita “berbeda”.
Meskipun prinsip kita berbeda, saya pun berharap perbedaan kita dipahami
secara baik-baik saja. syah dan manusiawi bahwa manusia memiliki
pemahaman yang berbeda terkait ajaran agamanya. Dan itu tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Beginilah adanya. Tapi saya merasa ada yang janggal
tatkala saya membaca tulisan dan komentar di antara kompasianer justru
sangat memojokkan agama saya. Islam yang tidak mengajarkan kebencian dan
selalu menghendaki rahmat bagi seluruh alam. Saya menduga dan mengira
tatkala mereka dengan mudahnya berkata negara ini penuh korupsi karena
Islamnya yang “gak bener” dan membuat saya seperti emosi tatkala
kementrian agama yang saya anggap paling mewakili sosok muslim yang
“mengerti” ternyatan juga melakukan korupsi. Saya neg, melihat
tokoh-tokoh muslim yang bermental seperti ini. Tapi saya pun tak kan
menyalahkan agama saya karena kesalahan mereka. Kesalahan itu murni
perbuatan “bejad” dari pelaku korupsi sendiri. Di mana mereka telah
berdosa dan mengingkari ajaran-ajaran kekujuranyang ada dalam kita
sucinya.
Yang membuat saya tidak terima adalah, ketika para penulis sengaja
membuat opini tentang islam, seperti halnya mereka mau menempatkan
ajaran islam dengan kata “intoleran”, “tidak netral”, “islam tak membawa
perubahan maka dibuang saja ke keranjang sampah” dan lain sebagainya
tulisan itu menyiratkan makna yang sunggu sebuah penistaan. Mereka
bermain politik justru menghina agama yang luhur.
Jika kita kaji secara mendalam, makna intoleran hakekatnya islam
memberikan toleransi pada hal-hal yang bersifat sosial. Misalnya
meskipun kita berbeda agama, Islam tidak melarang kita untuk bergaul,
berpolitik, mengejar karir dan lain sebagainya ketika hal-hal yang
seperti saya sebutkan tadi tidak saling menyakiti. Tak saling menghina
dan merendahkan apalagi melecehkan agama. Karena jika nuansa keakraban
ternyata ditunggangi kepentingan “murahan” dengan memanfaatkan momentum
untuk saling merendahkan maka hakekatnya hal itu tidak patut. Begitupula
saya tidak menginginkan saudara-saudara muslim menghina agama lain.
Karena lambat laun akan menimbulkan perpecahan.
Kehidupan sosial bisa toleran, ketika tidak berkaitan denganakidah. Tak
perlu mendikte bahwa Islam begini begitu. Karena masing-masing agama
memiliki prinsip akidah yang tak bisa dipaksakan. Kembalikan saja kepada
Tuhan masing-masing jika ternyata prinsip kita ada yang keliru. Tak
perlu mencari persoalan yang sepele dan internal agama tertentu tapi
berusaha membuat permusuhan. Seperti halnya ketika menulis opini bahwa
Islam tidak netral. Karena bagaimanapun juga Islam mengajarkan kebenaran
seperti halnya agama lain melakukan yang sama. Jika ternyata
keberpihakan itu merupakan sebuah kebenaran maka itu memang
diperintahkan dalam agama Islam. Tak bisa ditawar-tawar lagi. Seperti
halnya tidak memilih tokoh yang korup dan bermental rendah meskipun
mereka seorang muslim. Karena muslim yang bermental korup sama sekali
tidak mewakili umat Islam secara utuh. Karena mereka justru “hakekatnya”
adalah muslim yang berdosa karena tingkah polah mereka yang menyimpang
dari ajaran yang suci.
Lain lagi dengan persoalan korupsi di tubuh kementrian agama. Mereka ada
di antara kompasianer yang langsung mencibir dan dalam bahasa
sindirannya “Islam memang agama sampah karena tak mampu menciptakan
generasi yang jujur. Lihat saja orang-orang yang ada di kementrian agama
para pelaku korupsi”. Padahal para pelaku korupsi tersebut hakekatnya
sebagian umat yang “tersesat” yang harus diingatkan bahwa amat rendahlah
prilaku mereka karena mengotori lembaga yang menaungi agama tersebut.
Islam sudah cukup memberikan nikmat pada umat manusia agar mereka
memegang teguh agamanya. Tapi sayang sekali di antara mereka yang
mengaku muslim sama sekali tidak mengenal Islam secara utuh. Mereka
menggunakan agama yang suci ini sebagai alat politik. Dan mereka
menjadikan Islam seperti halnya cerita wayang yang bisa diotak-atik ala
pemikiran mereka agar para “pendosa” tersebut semakin bebas melakukan
kejahatan bertopengkan Islam.
Saya melihat ada sikap mendakwa dan menjadikan agama suci ini sebagai
terpidana. Bahkan ada sebagian simpatisan partai tertentu yang ternyata
aktif di kompasiana juga melancarkan aksi benci Islam dengan mengangkat
isu SARA terkait khutbah yang disampaikan di sebuah masjid.
Apakah prilaku seseorang yang katanya toleran justru ingin menghasut dan
mengotak-atik peribadan umat Islam pantas dihargai? Apakah mereka
sengaja ingin memancing sentimen tersendiri dengan menggunakan kedok sok
toleran? Sebuah prilaku biadab dan keji dari sekelompok tak beragama
yang ingin menyebarkan virus kebencian kepada agama ini. Biarkan saja
dakwah dan khutbah di masjid mengalir seperti yang kami yakini. Toh
semua berdasarkan ajaran kitab suci yang juga kami yakini. Seperti jg
Anda yang mungkin jg meyakini agama Anda juga khan?
Janganlah terlalu sibuk dan pamer seperti pahlawan kesiangan, ingin
menghasut dan mempermasalahkan keyakinan dan ajaran agama Islam. Karena
dengan cara-cara ini hakekatnya Anda yang bermain politik hakekatnya
sedang menciptakan konflik yang berbahaya. Ingat… siapa yang menanam
maka mereka yang akan menuai. Semoga saja tidak menuai bencana.
Apa sulitnya sih menciptakan kedamaian di negeri yang katanya ber
Pancasila ini, dengan menjunjung penghargaan terhadap agama sebagai satu
dimensi penting dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa daripada
menciptakan konflik yang nggak penting bangeet.
Salam Damai Penuh Berkah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar