Jumat, 13 Juni 2014

Stop! Jangan Jadikan Agama Terpidana


Agama bagi saya adalah ajaran yang amat terhormat. Begitupun saya dan Anda, seseorang yang berusaha memegang teguh agama baik Islam maupun bukan Islam, meskipun saya merasa tidak sempurna dalam menjalankannya tapi merasakan sesuatu yang aneh, dan menurut saya sesuatu itu sepertinya sudah lama ingin saya cermati. Sebatas kemampuan saya memahami fenomena tulisan yang mengalir di Kompasiana serta di media-media sosial lainnya.

Saya menduga, meskipun dugaan saya ini bisa jadi salah, saya melihat dan merenungi bagian demi bagian dari judul dan tulisan serta komentar dari teman-teman saya sepertinya terlalu memojokkan agama  Islam. Agama Islam yang saya junjung menjadi pedoman hidup dan saya menganggapnya sebagai ajaran sempurna. Bagi saya dan penganut Islam lainnya mudah-mudahan sepakat dalam hal ini. Tapi saya tidak mengaitkan kepada penganut agama lain karena prinsip kita “berbeda”.

Meskipun prinsip kita berbeda, saya pun berharap perbedaan kita dipahami secara baik-baik saja. syah dan manusiawi bahwa manusia memiliki pemahaman yang berbeda terkait ajaran agamanya. Dan itu tidak dapat ditawar-tawar lagi. Beginilah adanya. Tapi saya merasa ada yang janggal tatkala saya membaca tulisan dan komentar di antara kompasianer justru sangat memojokkan agama saya. Islam yang tidak mengajarkan kebencian dan selalu menghendaki rahmat bagi seluruh alam. Saya menduga dan mengira tatkala mereka dengan mudahnya berkata negara ini penuh korupsi karena Islamnya yang “gak bener” dan membuat saya seperti emosi tatkala kementrian agama yang saya anggap paling mewakili sosok muslim yang “mengerti” ternyatan juga melakukan korupsi. Saya neg, melihat tokoh-tokoh muslim yang bermental seperti ini. Tapi saya pun tak kan menyalahkan agama saya karena kesalahan mereka. Kesalahan itu murni perbuatan “bejad” dari pelaku korupsi sendiri. Di mana mereka telah berdosa dan mengingkari ajaran-ajaran kekujuranyang ada dalam kita sucinya.

Yang membuat saya tidak terima adalah, ketika para penulis sengaja membuat opini tentang islam, seperti halnya mereka mau menempatkan ajaran islam dengan kata “intoleran”, “tidak netral”, “islam tak membawa perubahan maka dibuang saja ke keranjang sampah” dan lain sebagainya tulisan itu menyiratkan makna yang sunggu sebuah penistaan. Mereka bermain politik justru menghina agama yang luhur.

Jika kita kaji secara mendalam, makna intoleran hakekatnya islam memberikan toleransi pada hal-hal yang bersifat sosial. Misalnya meskipun kita berbeda agama, Islam tidak melarang kita untuk bergaul, berpolitik, mengejar karir dan lain sebagainya ketika hal-hal yang seperti saya sebutkan tadi tidak saling menyakiti. Tak saling menghina dan merendahkan apalagi melecehkan agama. Karena jika nuansa keakraban ternyata ditunggangi kepentingan “murahan” dengan memanfaatkan momentum untuk saling merendahkan maka hakekatnya hal itu tidak patut. Begitupula saya tidak menginginkan saudara-saudara muslim menghina agama lain. Karena lambat laun akan menimbulkan perpecahan.

Kehidupan sosial bisa toleran, ketika tidak berkaitan denganakidah. Tak perlu mendikte bahwa Islam begini begitu. Karena masing-masing agama memiliki prinsip akidah yang tak bisa dipaksakan. Kembalikan saja kepada Tuhan masing-masing jika ternyata prinsip kita ada yang keliru. Tak perlu mencari persoalan yang sepele dan internal agama tertentu tapi berusaha membuat permusuhan. Seperti halnya ketika menulis opini bahwa Islam tidak netral. Karena bagaimanapun juga Islam mengajarkan kebenaran seperti halnya agama lain melakukan yang sama. Jika ternyata keberpihakan itu merupakan sebuah kebenaran maka itu memang diperintahkan dalam agama Islam. Tak bisa ditawar-tawar lagi. Seperti halnya tidak memilih tokoh yang korup dan bermental rendah meskipun mereka seorang muslim. Karena muslim yang bermental korup sama sekali tidak mewakili umat Islam secara utuh. Karena mereka justru “hakekatnya” adalah muslim yang berdosa karena tingkah polah mereka yang menyimpang dari ajaran yang suci.

Lain lagi dengan persoalan korupsi di tubuh kementrian agama. Mereka ada di antara kompasianer yang langsung mencibir dan dalam bahasa sindirannya “Islam memang agama sampah karena tak mampu menciptakan generasi yang jujur. Lihat saja orang-orang yang ada di kementrian agama para pelaku korupsi”. Padahal para pelaku korupsi tersebut  hakekatnya sebagian umat yang “tersesat” yang harus diingatkan bahwa amat rendahlah prilaku mereka karena mengotori lembaga yang menaungi agama tersebut.

Islam sudah cukup memberikan nikmat pada umat manusia agar mereka memegang teguh agamanya. Tapi sayang sekali di antara mereka yang mengaku muslim sama sekali tidak mengenal Islam secara utuh. Mereka menggunakan agama yang suci ini sebagai alat politik. Dan mereka menjadikan Islam seperti halnya cerita wayang yang bisa diotak-atik ala pemikiran mereka agar para “pendosa” tersebut semakin bebas melakukan kejahatan bertopengkan Islam.

Saya melihat ada sikap mendakwa dan menjadikan agama suci ini sebagai terpidana. Bahkan ada sebagian simpatisan partai tertentu yang ternyata aktif di kompasiana juga melancarkan aksi benci Islam dengan mengangkat isu SARA terkait khutbah yang disampaikan di sebuah masjid.

Apakah prilaku seseorang yang katanya toleran justru ingin menghasut dan mengotak-atik peribadan umat Islam pantas dihargai? Apakah mereka sengaja ingin memancing sentimen tersendiri dengan menggunakan kedok sok toleran? Sebuah prilaku biadab dan keji dari sekelompok tak beragama yang ingin menyebarkan virus kebencian kepada agama ini. Biarkan saja dakwah dan khutbah di masjid mengalir seperti yang kami yakini. Toh semua berdasarkan ajaran kitab suci yang juga kami yakini. Seperti jg Anda yang mungkin jg meyakini agama Anda juga khan?

Janganlah terlalu sibuk dan pamer seperti pahlawan kesiangan, ingin menghasut dan mempermasalahkan keyakinan dan ajaran agama Islam. Karena dengan cara-cara ini hakekatnya Anda yang bermain politik hakekatnya sedang menciptakan konflik yang berbahaya. Ingat… siapa yang menanam maka mereka yang akan menuai. Semoga saja tidak menuai bencana.

Apa sulitnya sih menciptakan kedamaian di negeri yang katanya ber Pancasila ini, dengan menjunjung penghargaan terhadap agama sebagai satu dimensi penting dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa daripada menciptakan konflik yang nggak penting bangeet.

Salam Damai Penuh Berkah!

Tidak ada komentar: