Gambar para santri yang tengah berunjuk rasa terkait perkataan Fahri Hamzah di sebuah situs medsos (wartabromo.com) |
Santri, selalu saya identikkan
sebagai sosok pejuang agama dan negara. Karena kerja keras mereka ilmu agama
tetap lestari dan tak lekang termakan modernisasi dunia. Dengan perjalannnya
santri dalam menimba ilmu di pesantren, tentu saja penuh onak dan duri, aral
dan rintangan dan silih berganti. Saya pun tidak sepakat bahwa santri
diidentikkan kaum yang “kumal dan kumuh serta ndeso” karena tidak sedikit kaum
santri ini yang mampu menembus menjadi sosok-sosok pemimpin dunia, seperti
halnya Abdurrahman Wahid (Mantan Presiden RI) meskipun beliau sukses membangun
toleransi di negeri tercinta ini, ternyata beliau pun dilengserkan oleh
saudaranya sendiri, karena kepentingan politik.
Tak hanya Gusdur (panggilan akrab
KH. Abdurrahman Wahid), Prof. Dr. Mahfud MD, karena masih banyak sosok pemimpin
Indonesia yang alumnus pesantren. Tentu saja karena ketabahan dan kecerdasan
berpikir mereka tatkala menerima terpaan ujian yang berat. Baik tatkala menjadi
santri, atau saat menjadi pemimpin di negeri ini. Mereka semua adalah
tokoh-tokoh yang ditelurkan oleh pesantren sederhana dan tradisional.
Meskipun
saat ini dipenuhi oleh pesantren yang memformat dirinya lebih modern, tapi
keberadaan santri tradisional ini selalu menjadi pijakan sejarah masa lalu.
Mereka tak pernah disebut pahlawan meskipun di antara mereka harus wafat di
medan pertempuran karena ulah para penjajah.
Bahkan adapula di antara mereka
yang harus gugur akibat hunusan senjata saudaranya sendiri akibat pengaruh
politik, semua tanpa diminta dan tak perlu untuk disesali. Bahkan seandainya
jasa-jasa mereka tak lagi dihargai oleh bangsa ini pun ada yang lebih mencintai
pengorbanan mereka ialah Allah, Tuhan yang memberikan penghargaan dan
kehormatan yang tinggi melebihi apa yang diberikan manusia.
Semoga saja para santri tersebut
tetap hidup meskipun banyak yang sudah tiada. Menghiasai indahnya Indonesia
dalam bingkai Pancasila.
Tapi itulah sekelumit tentang
santri yang saya ketahui, karena saya sendiri pernah mengenyam pendidikan di
pesantren meskipun tak lama. Para peserta didik yang sengaja menimba ilmu
hingga bertahun-tahun demi mempertahankan tradisi mewarisi ilmu Nabi dan
menjalankan misi para ulama yang menjadi sumber perjuangan para santri.
Beberapa waktu lalu, dan pernah
saya tuliskan di sini betapa menyakitkannya apa yang diucapkan oleh saudara
kita Fahri Hamzah, dengan kata-kata yang memalukan. Menjengkelkan, dan membuat
gelisah serta amarah pun seakan-akan ingin membuncah. Dan seakan-akan harga
diri sudah dicerabut dari tubuh karena perkataan yang tak senonoh.
Apakah dengan umpatan tersebut
para santri harus marah? Dan apakah para santri harus membalas dengan kata-kata
yang sama? Sepertinya tak usahlah dibalas kejahatan dengan kejahatan pula.
Apalagi tiadak satupun manusia yang tak mempunyai kesalahan.
Karena al insaanu mahalul khotho’ wan nisyan. Karena setiap manusia itu adalah tempat
salah dan lupa. Seandainya para santri terpancing dengan kata-kata
konyol tersebut dan melampiaskan amarahnya dengan perbuatan anarkis, maka tidak
ada bedanya kaum agamawan dengan seorang politisi yang selalu lepas diri.
Para santri adalah contoh dan
teladan bahwa kerendahan hati, kelapangan dada (kesabaran) dan ketabahan adalah
wujud dari perintah Nabi Muhammad SAW. Bahwa Innama bu’itstu li utamimma makaarimal akhlak. Sesungguhnya tidaklah aku (kata Nabi)
diutus ke muka bumi melainkan untuk menyempurnakan AKHLAK.
Dan
salah satu akhlak Nabi dan para sahabatnya adalah sifat ikhlas dan sabar serta
memaafkan. Karena akan tidak bermanfaat apabila memperturutkan hawa nafsu
amarah demi melampiaskan kekecewaan karena telah dihujat oleh saudara kita
Fahri Hamzah.
Biarkan orang-orang yang menghina
para santri mendapatkan hidayah Allah, mereka mendapatkan petunjuk yang benar
dan diberikan petunjuk bagaimana berkata-kata yang baik. Janganlah menyimpan
dendam dan amarah kepada saudara kita Fahri Hamzah dan sahabat-sahabatnya.
Karena mereka adalah saudara kita. Seandainya mereka begitu angkuh dan sombong,
maka tempat mereka adalah rendah di hadapan Allah SWT.
Tak perlu memusuhi saudara
sendiri, karena mereka adalah keluarga kita. Al muslimu akhul muslim, seorang muslim adalah saudaranya
muslim lainya. Bahwa
Al muslimu kal bunyani yashuddu
ba’duhum awliya’u ba’dhi, sesama muslim ibarat satu bangunan, hendaklah yang
satu menguatkan yang lain. Dan umat Islam itu seperti pakaian
bagi saudaranya, sepatutnya mereka saling menutupi kekurangan dan tidak
menjelek-jelekkan satu di antara lainnya.
Wahai para santi, cukuplah untuk
bisa memaafkan dan melupakan rasa kecewa karena mendapatkan hinaan. Tapi
yakinlah bahwa Allah mencintai hamba-hamba yang selalu dihina dan dilecehkan.
Semoga saja Allah SWT meridhoi kalian dan Allah SWT membimbing orang-orang yang
selalu mengumbar fitnah dan kebencian menuju jalan yang diridhoiNya.
Pesan saya 'tuk para santri,
janganlah pernah mau diadu-domba demi kepentingan politik. Tetaplah fokus bahwa
kalian tengah menimba ilmu dan memperjuangkan dakwah agama ini hingga akhir
nanti. Aamiin.
Salam Hangat Dari
Saudaramu
dto
Wong Ndeso
Tidak ada komentar:
Posting Komentar