Sabtu, 12 Juli 2014

Surat Cintaku Untuk Santri di Indonesia

Gambar para santri yang tengah berunjuk rasa terkait perkataan Fahri Hamzah di sebuah situs medsos (wartabromo.com)
Santri, selalu saya identikkan sebagai sosok pejuang agama dan negara. Karena kerja keras mereka ilmu agama tetap lestari dan tak lekang termakan modernisasi dunia. Dengan perjalannnya santri dalam menimba ilmu di pesantren, tentu saja penuh onak dan duri, aral dan rintangan dan silih berganti. Saya pun tidak sepakat bahwa santri diidentikkan kaum yang “kumal dan kumuh serta ndeso” karena tidak sedikit kaum santri ini yang mampu menembus menjadi sosok-sosok pemimpin dunia, seperti halnya Abdurrahman Wahid (Mantan Presiden RI) meskipun beliau sukses membangun toleransi di negeri tercinta ini, ternyata beliau pun dilengserkan oleh saudaranya sendiri, karena kepentingan politik. 

Tak hanya Gusdur (panggilan akrab KH. Abdurrahman Wahid), Prof. Dr. Mahfud MD, karena masih banyak sosok pemimpin Indonesia yang alumnus pesantren. Tentu saja karena ketabahan dan kecerdasan berpikir mereka tatkala menerima terpaan ujian yang berat. Baik tatkala menjadi santri, atau saat menjadi pemimpin di negeri ini. Mereka semua adalah tokoh-tokoh yang ditelurkan oleh pesantren sederhana dan tradisional. 

Meskipun saat ini dipenuhi oleh pesantren yang memformat dirinya lebih modern, tapi keberadaan santri tradisional ini selalu menjadi pijakan sejarah masa lalu. Mereka tak pernah disebut pahlawan meskipun di antara mereka harus wafat di medan pertempuran karena ulah para penjajah.

Bahkan adapula di antara mereka yang harus gugur akibat hunusan senjata saudaranya sendiri akibat pengaruh politik, semua tanpa diminta dan tak perlu untuk disesali. Bahkan seandainya jasa-jasa mereka tak lagi dihargai oleh bangsa ini pun ada yang lebih mencintai pengorbanan mereka ialah Allah, Tuhan yang memberikan penghargaan dan kehormatan yang tinggi melebihi apa yang diberikan manusia.

Semoga saja para santri tersebut tetap hidup meskipun banyak yang sudah tiada. Menghiasai indahnya Indonesia dalam bingkai Pancasila.

Tapi itulah sekelumit tentang santri yang saya ketahui, karena saya sendiri pernah mengenyam pendidikan di pesantren meskipun tak lama. Para peserta didik yang sengaja menimba ilmu hingga bertahun-tahun demi mempertahankan tradisi mewarisi ilmu Nabi dan menjalankan misi para ulama yang menjadi sumber perjuangan para santri.

Beberapa waktu lalu, dan pernah saya tuliskan di sini betapa menyakitkannya apa yang diucapkan oleh saudara kita Fahri Hamzah, dengan kata-kata yang memalukan. Menjengkelkan, dan membuat gelisah serta amarah pun seakan-akan ingin membuncah. Dan seakan-akan harga diri sudah dicerabut dari tubuh karena perkataan yang tak senonoh.

Apakah dengan umpatan tersebut para santri harus marah? Dan apakah para santri harus membalas dengan kata-kata yang sama? Sepertinya tak usahlah dibalas kejahatan dengan kejahatan pula. Apalagi tiadak satupun manusia yang tak mempunyai kesalahan. 
Karena al insaanu mahalul khotho’ wan nisyan. Karena setiap manusia itu adalah tempat salah dan lupa. Seandainya para santri terpancing dengan kata-kata konyol tersebut dan melampiaskan amarahnya dengan perbuatan anarkis, maka tidak ada bedanya kaum agamawan dengan seorang politisi yang selalu lepas diri.

Para santri adalah contoh dan teladan bahwa kerendahan hati, kelapangan dada (kesabaran) dan ketabahan adalah wujud dari perintah Nabi Muhammad SAW. Bahwa Innama bu’itstu li utamimma makaarimal akhlak. Sesungguhnya tidaklah aku (kata Nabi) diutus ke muka bumi melainkan untuk menyempurnakan AKHLAK.  
Dan salah satu akhlak Nabi dan para sahabatnya adalah sifat ikhlas dan sabar serta memaafkan. Karena akan tidak bermanfaat apabila memperturutkan hawa nafsu amarah demi melampiaskan kekecewaan karena telah dihujat oleh saudara kita Fahri Hamzah.
Biarkan orang-orang yang menghina para santri mendapatkan hidayah Allah, mereka mendapatkan petunjuk yang benar dan diberikan petunjuk bagaimana berkata-kata yang baik. Janganlah menyimpan dendam dan amarah kepada saudara kita Fahri Hamzah dan sahabat-sahabatnya. Karena mereka adalah saudara kita. Seandainya mereka begitu angkuh dan sombong, maka tempat mereka adalah rendah di hadapan Allah SWT.

Tak perlu memusuhi saudara sendiri, karena mereka adalah keluarga kita. Al muslimu akhul muslim, seorang muslim adalah saudaranya muslim lainya. Bahwa Al muslimu kal bunyani yashuddu ba’duhum awliya’u ba’dhi, sesama muslim ibarat satu bangunan, hendaklah yang satu menguatkan yang lain. Dan umat Islam itu seperti pakaian bagi saudaranya, sepatutnya mereka saling menutupi kekurangan dan tidak menjelek-jelekkan satu di antara lainnya.

Wahai para santi, cukuplah untuk bisa memaafkan dan melupakan rasa kecewa karena mendapatkan hinaan. Tapi yakinlah bahwa Allah mencintai hamba-hamba yang selalu dihina dan dilecehkan. Semoga saja Allah SWT meridhoi kalian dan Allah SWT membimbing orang-orang yang selalu mengumbar fitnah dan kebencian menuju jalan yang diridhoiNya.

Pesan saya 'tuk para santri, janganlah pernah mau diadu-domba demi kepentingan politik. Tetaplah fokus bahwa kalian tengah menimba ilmu dan memperjuangkan dakwah agama ini hingga akhir nanti. Aamiin.

Salam Hangat Dari Saudaramu

dto

Wong Ndeso

Tidak ada komentar: