Jumat, 23 Mei 2014

Jokowi Presiden, Tunjangan Kesejahteraan Guru Dicabut. Black Campaign?

Sumber: panduan guru.com


Jokowi Presiden, Tunjangan Kesejahteraan Guru Dicabut. Black Campaign?
Oleh: M. Ali Amiruddin, S.Ag.

Sore kemarin lusa (21/05) kayaknya saat yang tak biasanya. Hati yang biasanya riang gembira mendadak gundah-gulana. Jiwa yang biasanya adem ayem dan tenang seperti di dalam surga ee ternyata harus terusik dengan berita. Berita aktual entah gosip ya? Karena sekarang sulit membedakan berita aktual atau justru gosip. Berita jujur atau settingan. Tapi saya tidak langsung menaruh curiga atau negatif thinking. Yang penting saya denger dulu apa berita yang dimaksud.

Tepat pukul 17.00 ibunya anak-anak tiba-tiba melontarkan berita yang sedikit banyak membuat saya sedih. Sedih bukan karena sang istri minta dicerai atau menggugat pisahan, tapi sedih di sini karena beritanya menyangkut capres yang bodinya kurus tersebut. Ialah Jokowi capres yang diusung oleh PDIP, Hanura, PKB. Dan sampai saat ini pemberitaan tentang Jokowi masih berlanjut dan cukup hits di pasaran berita nasional. Sama hitsnya dengan pemberitaan mengenai Prabowo Subianto yang juga sama-sama ingin menjadi Calon presiden.

Tapi ntar dulu, saya nggak mau ngomongin tentang pencapresan beliau berdua. Tapi yang saya perhatikan justru tatkala muncul slentingan, berita, gosip atau issu yang mengatakan bahwa guru-guru di Lampung Tengah nggak mau mencoblos Jokowi, mereka beralasan karena kalau Jokowi jadi presiden maka tunjangan kesejahteraan guru akan dicabut. Entah ini berita bohongan, settingan, atau black campaign yang sempat memanas di Kompasiana dan sampai saat ini berita tentang kampanye hitam ini masih saja berlanjut.

Terang saja, setelah mendengar berita tersebut saya langsung gugup, diam, kecut dan tentu saja gundah gulana seperti orang yang putus cinta (kayak ABG). Saya terdiam dan mulut tak lagi berucap, terkunci rapat, diam membisu. Dalam alam pemikiran saya menerawang sambil tertegun wah bisa-bisa ada yang meradang nih dengan berita ini. Tidak hanya saya tapi ribuan guru yang ada di Kabupaten ini pun akan ikut khawatir jika berita ini aktual dan faktual.
Jujur saja, bagi guru, issu ini memancing reaksi yang beragam dan akan berdampak besar bagi citra Jokowi kedepannya. Apalagi, sebentarlagi pemilu Capres akan berlangsung. Maka kemungkinan besar pemilih tetap dari unsur guru akan memilih abstain atau berpindah ke lain hati dan tidak lagi menentukan pilihan mereka pada sosok Jokowi.

Tidak hanya guru yang tidak memilih Jokowi + JK, tapi keluarga mereka akan menarik diri dari pilihan tersebut dan akan menguntungkan Prabowo Subianto yang dianggap membela para guru.
Meskipun berita ini hanya issu miring dan cenderung saya katakan sebagai black campaign (kampanye hitam) pra pilpres, tapi berita ini membuat masyarakat Lampung khususnya menjadi bingung dan goncang. Implikasi terbesarnya adalah bisa-bisa Jokowi akan ditinggalkan pemilihnya karena kampanye hitam ini. Berita ini memang belum mendapatkan konfirmasi yang pasti benar dan tidaknya, paling tidak suara dari para abdi negara ini yang seharusnya diperoleh Jokowi & JK, maka bisa membuat buruk peroleh suara mereka. Dan cenderung melorot tajam meskipun PDIP mendapatkan suara yang tinggi.

Black Campaign Terhadap Ruang Demokrasi 

Saya tidak berfikir secara parsial siapa saja yang menjadi korban kampanye hitam tersebut. Karena, siapa yang membuat berita miring atau issu negatif cenderung menjatuhkan lawannya. Tak peduli berita-berita tersebut adalah fitnah belaka. 

Tidak hanya tokoh yang difitnah yang mendapatkan kerugian secara materi maupun immateri, karena masyarakat yang tak memahami politik pun menjadi korban. Mereka menjadi terjajah dan terpaksa memilih seseorang karena gosip-gosip murahan yang sengaja disebarkan oleh kelompok tertentu.
Sebut saja issu tentang Prabowo, katanya jika Prabowo menjadi Presiden maka kebijakannya seperti orba, ketika ada reaksi beragam di masyarakat maka presiden akan melakukan tindakan represif dengan menculik mahasiswa dan tokoh politik yang dianggap bersebrangan. Padahal issu ini dikembangkan dengan tujuan menjatuhkan kredibilitas Prabowo di mata publik.

Tak hanya menjatuhkan kredibilitas beliau, karena nama baik dan prestasinya semakin tak terlihat. Yang tampak adalah kesalahan masa lalu dan selalu diungkit-ungkit menjadi mimpi buruk. Sebuah sikap pengecut para penyebar issu negatif dan ulah politisi yang doyang kampanye hitam. 

Mereka berusaha menjatuhkan tokoh lain dengan issu-issu yang mengangkat dendam lama demi sebuah citra buruk dan menjatuhkan nama baik.

Masyarakat pun akan bisa menilai, bahwa berita-berita tersebut sengaja dihembuskan untuk memperkeruh suasana atau justru hanya intrik politik buruk para politisi dan timses kalap.

Issu kedua tentang Jokowi, katanya Jokowi adalah keturunan China dan teman-temannya para zionis israel. Sehingga masyarakatpun menjadi gamang akibat issu ini. Meskipun demikian andaikan benar Jokowi keturunan China pun hakekatnya tidak salah karena Indonesia memiliki banyak etnis termasuk etnis China. Namun demikian issu tersebut langsung ditanggapi dengan pengakuan bahwa Jokowi adalah orang Jawa Tengah asli begitu juga istrinya yang berkuliah di UGM.

Semua bentuk kampanye hitam untuk memenangkan kompetisi adalah tindakan tercela,meskipun dalam politik semuanya bisa dilakukan, tapi etika dan kepatutan pun seharusnya jangan ditinggalkan.
Banyak tokoh yang meraih kepopuleran dan sukses bukan karena kampanye hitam. Mereka murni berkarya dan berinovasi untuk Indonesia dan karya  mereka dapat dinikmati semua orang.

Apakah politik identik dengan kampanye hitam?

Politik adalah siasat, cara dan teknik agar dapat memenangkan kompetisi. Meskipun cara yang tak patut pun tidak dibenarkan dengan alasan etika kepatutan. Namun faktanya banyak politisi yang bermain.

Politik bisa menjadi sumber bencana jika diniatkan dan dilakukan dengan cara-cara yang kotor. Begitu juga sebaliknya. Teramat rendah sebuah politik yang bertujuan untuk kebaikan jika harus dikotori dengan politik yang nista. 

Pertanyaan apakah politik identik dengan kampanye hitam, tentu saja dikembalikan kepada para pelakunya. Meskipun sejarah mencatat tak adapolitik yang jujur karena semua menggunakan cara-cara yang bertujuan memperoleh kemenangan. Namun, jika kampanye hitam sudah dianggap sebagai tradisi untuk menang maka alamat buruk dari sebuah sistem demokrasi. (maa)

Salam

Tidak ada komentar: