Sabtu, 12 Juli 2014

Tak Kusangka, Dulu Pengidola Prabowo, Kini Milih Jokowi



Tulisan ini lahir dari sederet pertanyaan-pertanyaan kecil dalam hati dan benak saya, kog tiba-tiba dia bisa berubah dan begitu yakin dengan Joko Widodo? Padalah dulu-dulu dia sangat mengidolakan Prabowo Subianto. Apa pengaruh alam, atau justru wangsit (hidayah) dari Allah yang telah menunjukkan jalan terbaikNya? Bahkan saking keukeuhnya mempertahankan argumennya, tak jarang pula kami bersilang pendapat mengenai Capres-Cawapres pada Pilpres 2014 ini.

Singkat cerita, kira-kira lebih sebulan ini kami berdebat serius tentang capres-cawapres yang saat ini tengah berkompetisi. Maklum saja, karena latar belakang kami berbeda dalam soal pandangan politik, juga karena waktu Pileg kepentingannya ingin partai berlambang matahari itu menang. Maklum saja, beliau didaftarkan sebagai Caleg dari PAN yang katanya untuk menutup kuota perempuan di wilayah Kota Metro. Meskipun foto-fotonya sudah berjejer di jalan-jalan desa, namun memang persaingan politik yang berat dan kejam, sang istripun harus kalah. Kalah uang dan kalah pengaruh.

Kekalahannya bukan karena memiliki rekam jejak buruk, tapi minim budget, sehingga menyerah kalah tatkala serangan fajar mengepung daerah pemilihannya. Rasa kecewa sudah pasti, tapi melihat suhu politik sudah tak bersih lagi, istripun mengakui bahwa beliau memang tak layak menjadi wakil rakyat. Dan namanya pun harus tenggelam oleh caleg yang berduit karena itulah senjata paling ampuh memenangkan Pileg tahun ini, paling tidak untuk saat-saat ini. Entah kalau lima tahun mendatang apakah uang selalu menjadi senjata paling ampuh? Entahlah.

Terlepas dari kekalahan beliau, karena kesederhanaan dan ketidakmampuan dalam membeli suara pun saya menduga memang saat itu sangat gandrung dengan sosok yang sudah digadang-gadang menjadi capres dari partai Gerindra, sebelum Capres ini diusung oleh koalisi parpolnya.

Tentu saja alasannya sederhana, Prabowo dianggap sosok yang sangat tegas, karena beliau berlatar belakang militer. Dan istri saya beranggapan jika negeri ini dipimpin militer “ala orde baru” pasti aman. Padahal menurut saya tidak juga. Terbukti di bawah kepemimpinan pak SBY gerakan sparatis masih saja gentayangan. Tidak hanya gerakan sparatis para begal dan perampok jalanan pun masih berkeliaran dengan bebasnya. Paling tidak, antara lain isi debat kami tatkala membicarakan capres yang ingin dipilih. Beliau selalu mengatakan bahwa pak Prabowo hebat dan gagah pasti bisa menyelesaikan persoalan negeri ini.

Begitu pula ketika sang istri membicarakan Pak Joko Widodo, beliau selalu mengatakan bahwa pak Jokowi itu nggak tegas, kurus, bukan militer dan katanya beliau gagal membangun Jakarta. Sewaktu itupun saya selalu berdebat mengenai persoalan ini. Namun dalam batin saya, “Lah ya wajar membenci pak Jokowi kan partainya ibu rifalnya partainya pak Jokowi (PDI-P).” Dari situ istri saya terlihat tidak mau obyektif dan awalnya selalu memuji-muji Prabowo dengan alasan kebenciannya dengan PDI-P. Meskipun waktu itupun saya tidak seberapa suka dengan PDI-P tapi seiring perjalan waktu dan munculnya fitnah-fitnah yang menyesatkan sayapun menjadi simpatik pada sosok Jokowi, capres dengan nomor urut 2 tersebut.

Setiap kali mengingat kekalahannya dalam kancah Pileg 2014 yang lalu, menyisakan kekecewaan karena PDI-P sudah mengambil suaranya secara mutlak. Selain kekalahannya oleh caleg PDI-P karena di tubuh partainya sendiri pun diliputi permainan dan intrik yang curang.

Itu dulu, tatkala rasa kecewa masih meninggalkan bekas di dada. Namun, saat ini lambat laun kekecewaan itupun sirna tatkala melihat sepak terjang pak Jokowi yang semakin terlihat lebih nyata. Sosok yang sederhana dan merakyat dan tidak membeda-bedakan latar belakang kelompok tertentu.

Sayapun tak pernah membagus-bagusin pak Jokowi dan menjelek-jelekkan pak Prabowo, lantaran kapasitas saya yang tidak memiliki kepentingan. Hanya satu kepentingan saya mudah-mudahan negeri ini dipimpin oleh presiden yang merakyat dan mengerti keluhan rakyatnya. Itu saja.

Pilihan istriku berubah tatkala ada milyaran uang terkumpul demi menyumbang pak Jokowi-JK

Langkah timses Jokowi-JK tatkala membuka rekening untuk sumbangan kampanye Jokowi-JK merupakan langkah yang cukup berisiko. Pertama, menurut pengamat yang kontra Jokowi-JK, dengan membuka rekening tersebut Jokowi sudah dianggap mempermainkan rakyat karena mereka menuduh ketika Jokowi membuka rekening sumbangan berarti akan digunakan untuk membayar hutang-hutangnya. Bahkan istripun menduga justru uang kampanye itu hanya dimanfaatkan oleh timsesnya saja. Meskipun akhirnya anggapan tersebut dapat dibantahkan karena keputusan PPATK bahwa apapun transaksi keuangan yang dilakukan atas nama capres tertentu maka harus diaudit dan dilaporkan secara transparan.

Alasan kedua, orang-orang yang kontra Jokowi-JK, pun menduga bahwa dengan membuka rekening tersebut menunjukkan bahwa Jokowi-JK tak layak disebut capres. Bahkan awalnya istri menganggap pak Jokowi-JK kemaruk karena memanfaatkan uang sumbangan untuk kepentingan dia sendiri.

Pendapat beliaupun salah, karena dengan terlibatnya rakyat dalam menyumbang kampanye Jokowi paling tidak Jokowi sudah terikat kontrak kerja dengan rakyat, bahwa Capres No 2 ini benar-benar ingin membela rakyat. Bukan membela penguasa dan pengusaha seperti yang biasanya terjadi tatkala pesta demokrasi dihelat. Tentu saja, dahulu pun amat wajar pejabat negara begitu gencarnya membela pengusaha karena sudah terikat perjanjian tidak tertulis bahwa pengusaha manapun yang sudah menyumbang capres-cawapres berarti kepentingan pengusaha pasti akan didahulukan.

Namun, tatkala istri melihat bagaimana saat ini Jokowi justru disumbang oleh rakyat, maka secara otomatis rakyat kecillah yang akan dibelanya dan bukan para pengusaha kaya.

Beberapa pertimbangan itupun yang membuat kami semakin sepakat dan kompak bahwa beliau harus mendukung pencapresan Jokowi-JK meskipun bersebrangan dengan keputusan partai yang telah mengusungnya dahulu. Bahkan sikapnya inipun ditularkan kepada guru-guru yang mendidik di PAUD yang dikelolanya, juga masyarakat sekitar yang juga ingin merasakan kehidupan yang layak jika dipimpin oleh Jokowi-JK. Inipun karena beliau beralasan sejak lima tahun yang lalu lembaga pendidikan yang dikelolanya sama sekali tidak diperhatikan oleh pemerintah. Harapannya ketika negara ini dipimpin Jokowi-JK harapannya keberadaan PAUDnya akan diakui dan diperhatikan oleh pemerintah. Meskipun keputusan ini adalah keputusan yang berani dan penuh risiko.

Tapi itulah keputusan akhir, tatkala terlalu lama mengidolakan militer ternyata berbuah kekecewaan, maka kini keputusannya berpihak pada seorang capres dari kalangan orang biasa yang benar-benar mengabdi untuk rakyat. Dialah Joko Widodo yang bergandengan dengan Jusuf Kalla.

Keyakinannya semakin kuat tatkala melihat konser dua jari di GBK

Keyakinann akan pilihannya pada Jokowi-JK semakin besar, tatkala melihat antusiasme pendukung capres-cawapres No urut 2 ini yang memenuhi lapangan GBK. Mereka tumpah ruah dari berbagai latar belakang, suku, agama, status sosial, secara langsung menghadiri perhelatan akbar acara konser yang ditujukan untuk kampanye Jokowi-JK.

Melihat betapa antusiasmenya para penonton yang tanpa pamrih dan tanpa dibayar mendukung pencapresan Jokowi-JK dan berharap pasangan ini akan benar-benar membela rakyat kecil. Apalagi dalam konser dua jari tersebut Prof. Dr. Quraish Shihab turut mendoakan kemenangan Jokowi-JK. Sehingga lengkap sudah keyakinan beliau bahwa capres-cawapres ini benar-benar didukung dari semua kalangan. Semua karena Jokowi-JK paling merakyat dan mampu mengatasi konflik di masyarakat.

Saya hanya terheran-heran melihat keputusan istri saya, ternyata orang yang sangat memiliki pemikiran yang keras ini luluh oleh sepak terjang Jokowi-JK yang menurutnya lebih merakyat dan rekam jejaknya lebih jelas.

Melihat Debat Capres-cawapres tadi malam (05/07) puncak dukungannya pada Jokowi-JK

Beliaupun melihat acara debat capres-cawapres tadi malam, dan ada beberapa rencana yang ingin digagas Jokowi-JK sehingga membuat beliau semakin tertarik oleh pasangan ini.

Pertama, Jokowi-JK ingin mengembalikan hutan di Indonesia sebagaimana fungsinya, apakah sebagai hutan lindung, hutang produksi atau hutan yang dikonversi menjadi hak rakyat. Bahkan keputusan Jokowi-JK yang ingin menetapkan one map policy menjadikan sebuah keyakinan bahwa pengaturan hutan merujuk pada satu peta yang menjadi rujukan keberadaan hutan-hutan di Indonesia. Tujuannya adalah hutan-hutan yang disalah gunakan dan dirusak untuk kepentingan tertentu akan dikembalikan fungsinya sebagai hutan nasional. Mengembalikan fungsi hutan lindung sebagai hutan konservasi hayati yang seharusnya dibiarkan tetap lestari.

Kedua : Jokowi-JK memastikan akan merenegosiasi ulang perusahaan-perusahaan tambang dalam negeri yang dikelola oleh pengusaha asing, dengan tujuan agar pemerintah Indonesia mendapatkan keuntungan lebih dari pengelolaan tambang nasional. Bahkan sepatutnya perusahaan tersebut dapat dikelola sendiri oleh negara.

Ketiga :
Jokowi-JK memastikan bahwa komoditi perdagangan akan diawasi dan diatur secara ketat oleh pemerintah, baik dari produsen sampai pada pedagang-pedagang kecil. Sehingga tingkat harga bisa dikendalikan sehingga mencegah inflasi dan memberikan kesempatan pada konsumen untuk menikmati produk-produk tersebut dengan lebih terjangkau.

Keempat: Jokowi-JK memastikan akan membuka lahan pertanian 1 juta hektar pertahun, dengan mempertimbangankan membangun terlebih dahulu sumber air (bendungan) sebagai bagian paling penting jalannya sektor pertanian. Bahkan beliau berharap pembukaan lahan pertanian dan bendungan tersebut tidak semata-mata karena kepentingan proyek semata, tapi benar-benar ingin memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia. Beliau memandang gagalnya sektor pertanian seperti di papua lantaran kesalahan perencanaan pemerintah. Pemerintah terlalu berambisi membuka sawah baru dengan merusak hutan tapi tidak mempersiapkan sumber-sumber airnya.

Kelima: Jokowi-JK merencanakan sektor peternakan yang dikelola dalam bentuk koperasi, disatukan dalam satu tempat di mana didalamnya akan menghasilkan daging yang dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri maupun ekspor. Selain itu, dengan menyatukan ternak-ternak para petani dalam satu desa, maka akan menghasilkan kotoran-kotoran yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik yang dapat bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya.

Keputusan akhir Jokowi-JK yang membuat semakin meyakinkan adalah tatkala koalisis yang dibangun adalah koalisis tanpa syarat bagi-bagi kursi. Sehingga jalannya pemerintahan Jokowi-JK akan terlepas dari kepentingan orang-orang tertentu dan kebijakannya tidak tersandera oleh kepentingan tertentu pula.

Paling tidak inilah beberapa hal yang membuat istri semakin kepincut kepada Jokowi-JK daripada Prabowo. Kehidupan yang sederhana dan merakyat serta bertekat memperjuangkan rakyat kecil.

Salam


Tidak ada komentar: