www.suara-islam.com |
Indonesia tengah dihadapkan
dengan bencana serius yakni kebakaran hutan dengan spot centernya ada di
wilayah Sumatera dan Kalimantan yang efeknya telah dirasakan oleh
banyak orang, tidak hanya masyarakat lokal, propinsi tetangga maupun
negara tetangga yang juga menerima efect yang sangat merugikan semua
pihak.
Jika boleh dikatakan bencana, karena dampaknya dirasakan amat
luas mencakup wilayah Sumatera, Kalimantan juga negara Singapura dan
Malaysia ikut merasakan dampaknya. Bahkan berdasarkan informasi televisi
swasta bahwa bencana asap sudah sampai ke negara Thailand.
Kebakaran hutan merupakan kejadian
tahunan yang dirasakan negara ini, pada awalnya murni akibat musim
kemarau yang panjang sehingga intensitas cuaca atau suhu udara relatif
panas yang mengakibatkan mudahnya terjadi kebakaran hutan. Namun, di sisi
lain, penyebab kebakaran tidak hanya faktor alam. Tapi lebih disebabkan
ulah oknum yang sengaja melakukan pembakaran dengan tujuan pembuka
lahan pertanian.
Seperti, halnya yang akhir-akhirnya santer dibicarakan
di media masa, termasuk adanya perdebatan antara Walhi (Wahana
Lingkungan Hidup) dan Humas Polri. Dari pembicaraan tersebut dapat
diambil benang merah bahwa kebakaran hutan tersebut ternyata tidak hanya
melibatkan beberapa oknum masyarakat, akan tetapi juga disinyalir
berasal dari kalangan pengusaha perkebunan yang mencakup oknum pengusaha
perkebunan lokal maupun mancanegara yang dengan sengaja melakukan
pembakaran lahan baik lahan hutan maupun lahan perkebunan dengan tujuan
memperluas wilayah penanaman.
Namun, secara tendensius Wahana Lingkungan
Hidup (Walhi) akan memberikan somasi kepada Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY), berserta ketiga kementerian yakni Kementrian
Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian, serta
tiga kepala daerah yaitu Gubernur Riau, Jambi dan Sumatera
(Inilah.com).
Hal ini menunjukkan bahwa sikap Walhi dalam melihat
permasalah kebakaran hanya menunjuk kepada pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Akan tetapi Walhi tidak melihat banyak sisi di
antaranya pengusaha perkebunan (korporasi) yang sengaja melakukan
pembakaran hutan atau perkebunan di luar wilayah konsensinya dan
beberapa oknum masyarakat yang sengaja membuka lahan baru dengan cara
membakar hutan.
Sebenarnya apakah yang menjadi sudut
pandang Walhi dalam menilai kejadian tersebut adalah semata-mata
kesalahan pemerintah, sehingga pemerintah dianggap melakukan pembiaran
atau membiarkan masyarakat tidak menerima hak-haknya dalam menikmati
udara yang bersih dan kesehatan lingkungan?
Padahal kita tahu bahwa
selama negara ini masih dilaksanakan dengan sistem desentralisasi dan
sistem pemerintahan menganut otonomi daerah sebenarnya kebijakan lebih
banyak tergantung wilayah propinsi atau daerah itu sendiri. Akan
tetapi, peran LSM sebagai bagian dari organisasi masyarakat juga ikut
andil dalam proses perlindungan wilayah hutan demi mencegah efek apapun
yang akan terjadi terhadap hutan di Indonesia.
Selain itu apakah sebenarnya yang
disebut somasi tersebut? Dan bagaimana efektifitas dari somasi tersebut
terhadap bencana kebakaran di Idonesia?
Berdasarkan Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) dikutip oleh Hukum Online disebutkan bahwa “Si
berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan
sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya
sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap
lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.”
Menurut J. Satrio dalam artikel Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi (Bagian I), dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”)
tidak dikenal istilah somasi, namun dalam doktrin dan yurisprudensi
istilah somasi digunakan untuk menyebut suatu perintah atau peringatan
(surat teguran). Somasi merupakan peringatan atau teguran agar debitur berprestasi pada suatu saat yang ditentukan dalam surat somasi.
Dengan demikian, somasi merupakan surat
perintah atau peringatan (surat teguran). di mana dalam masalah ini,
Walhi memiliki sikap untuk memperingatkan (menegur) karena pemerintah
dianggap lalai dalam menunaikan hak-hak masyarakat khususnya dalam hal
kebersihan udara.
Karena polusi asap sudah dianggap melanggar hak
tersebut. Efek dari somasi lebih lanjut bisa berupa ganti rugi yang
diberikan pemerintah kepada masyarakat yang menerima dampak dari
kebakaran yang meluas tersebut.
Namun apakah yang dilakukan oleh Walhi
dengan mengeluarkan somasi sudah benar-benar dapat dianggap membela
kepentingan masyarkat karena pada hakekatnya permasalahan kebakaran
hutan tersebut tidak semata-mata kesalahan pemerintah akan tetapi ketika
ditelusuri oleh Polri bahwa kebakaran tersebut melibatkan masyarakat
yang dengan sengaja melakukan pembakaran untuk membuka lahan baru juga
melibatkan pengusaha swasta.
Jika melihat permasalahan tersebut,
pemerintah sudah membuat kebijakan melalui kementrian tentang
perlindungan hutan dan pemerintah daerah selaku kepanjangan tangan
pemerintah pusat tentang pemanfaatan hutan untuk lahan produktif yang
dikelola swasta, akan tetapi aspek yang mesti dituntaskan adalah
bagaimana mengusut bahkan mengadili perusahaan yang sengaja melakukan
pembakaran sehingga efeknya justru asap mencemari udara.
Bahkan jika
perlu somasi tersebut semestinya juga dilimpahkan kepada Perusahaan yang
dengan sengaja melakukan pengrusakan namun akibat hukumnya tidak hanya
berupa teguran dan peringatan akan tetapi penjatuhan hukuman berat dan
ganti rugi yang setimpal.
Aspek yang kedua, mengadili masyarakat
yang dengan sengaja melakukan perusakan hutan apalagi dengan melakukan
pembakaran sehingga tindakan tersebut tidak berulang.
Jika ternyata kedua aspek tersebut sudah
dilakukan oleh aparat penegak hukum, semestinya pemerintah
memfasilitasi upaya preventif dengan melakukan sosialisasi dan
penyuluhan mengenai teknis dalam membuka lahan sehingga memahami
bagaimana cara membuka lahan yang benar dan mengetahui efek yang terjadi
jika pembakaran hutan dilakukan dengan melibatkan lembaga swadaya
masyarakat.
Namun demikian, keberadaan LSM tersebut juga semestinya juga
transparan sehingga apa yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi
permasalahan kebakaran hutan dapat dilakukan dengan terbuka, akuntable
dan profesional.
Selain itu, yang lebih dibutuhkan
masyarakat dalam menghadapi bencana tersebut adalah sikap proaktif
pemerintah dan masyarakat serta perusahaan swasta dalam menghadapi
bencana yang dilakukan tidak hanya ketika bencana terjadi akan tetapi
lebih bermanfaat jika dilakukan sebelum bencana yang lain ikut menimpa
bangsa ini. (maa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar