Debat Cawapres tadi malam (29/06), terasa lebih tenang
dari debat-debat yang lalu. Tentu persoalannya bukan masalah contek mencontek
coretan (kertas) seperti yang ditujukan pada pak Jokowi pada debat pertama,
karena kedua cawapres memang sengaja membaca coretan sebagai bahan untuk
menyampaikan orasinya. Dan terlihat tenangnya karena kebetulan moderatornya
mampu menjadi penengah dan mengatur jalannya debat secara proporsional. Tentu
saja selain moderatornya yang handal, tentu penggunaan catatan tersebut
bertujuan agar konsep penyampaian visi-misi tidak terlalu melenceng jauh dari
konsep yang sudah tertuang dalam buku visi-misi capres-cawapres tersebut.
Meskipun di awal debat, saya sedikit meragukan
kemampuan pak JK dalam menyampaikan visi-misinya, karena terlihat agak sedikit
gugup atau mblibet. Cara menyampaikannya memang tak seruntut dengan cara
pak Hatta. Pun, saya menduga, karena pak JK mendapatkan posisi pertama yang
harus menyampaikan visi-misinya tatkala beliau dipercaya menjadi cawapres.
Boleh jadi karena terlalu bersemangat atau memang sosok pak JK bukan tipe
orator handal. Beliau mempunyai gagasan luar biasa tapi terkendala dalam
orasinya. Meskipun pada detik pertama terlihat mbulet, untuk point selanjutnya
terlihat lebih lancar.
Meskipun selayaknya timing penyampaian visi-misi
disesuaikan dengan nomor urut dari cawapres tersebut, sehingga masing-masing
cawapres sudah bersiap-siap bahwa mereka akan mendapatkan waktu dan kesempatan
sesuai dengan urutan nomor cawapres. Tapi, tadi malam, karena pak JK diminta
untuk menyampaikan visi-misinya lebih awal, sepertinya memang pak JK terlihat
lebih gugup. Semoga saja pengaturan timing pembicaraan bukan karena unsur-unsur
tertentu. Dan moderator bukan “berusaha” tidak adil terkait pembagian waktu
yang tidak sesuai nomor urutnya. Karena terlihat pak Hatta terlihat lebih
runtut dan jelas, apa-apa yang akan menjadi program tatkala beliau berorasi.
Meskipun apa yang disampaikan, “belum tentu” dapat diaplikasikan tatkala beliau
benar-benar menjadi capres untuk pilpres 2014 ini.
Belum tentu ini maksudnya karena sejatinya pak JK
maupun pak HR sama-sama sudah mengenyam jabatan sebagai petinggi negara, tapi
faktanya apa yang ada dalam orasi mereka masih saja belum menyentuh persoalan
yang sebenarnya.
Dan berbicara mengenai debat cawapres tadi malam,
seakan-akan pikiran saya menerawang jauh di era sebelum kedua tokoh ini
didaulat menjadi cawapres mewakili masing-masing capresnya. Dan mata saya juga
hampir saja terkagum-kagum dengan indahnya mereka “berpidato” seakan-akan
mereka adalah sosok pemikir dan pekerja yang baik. Namun, ternyata gambaran
yang ada dalam pikiran saya sedikit banyak terjawab sudah. Bahwa pada saat ini
para cawapres tersebut belum menjawab bagaimana mengatasi pendidikan di
Indonesia, dan bagaimana mengatasi pengangguran yang jumlahnya jutaan orang.
Ada beberapa point yang saya rasa lebih masuk akal
ketika pak JK menyampaikan orasi dan sesi tanya jawab serta debat masing-masing
cawapres tersebut. Meskipun tidak semua yang disampaikan sejalan dengan apa
menjadi keiinginan saya, karena di antara jawaban pak JK pun terdengar ngalor-ngidul
alias kurang fokus pada pertanyaan yang disampaikan pak Hatta.
Pertama, Pak JK membahas tentang bagaimana pandangan beliau
jika melihat kondisi pendidikan yang tidak merata, bagaimana beliau menilai
patut dan tidaknya dan apakah UN masih layak untuk diterapkan di sekolah serta
bagaimana tentang sertivikasi apakah benar-benar akan diputus tatkala keduanya
menjadi presiden dan wapres.
Secara gamblang pak JK mengatakan bahwa pendidikan di
Indonesia memang masing jauh dari keadilan, hal tersebut terlihat dari tidak
meratanya fasilitas atau sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemerintah.
Seperti kondisi sekolah yang tidak sama antara sekolah-sekolah yang ada di kota
dengan di desa. Sehingga harapannya, jika rakyat memilih pasangan JW-JK maka
fokus pendidikan akan diarahkan pada penyediaan sarana dan prasarana pendidikan
yang merata ke semua wilayah Indonesia. Selain itu beliau memiliki program agar
para guru-guru benar-benar merata ke seluruh wilayah Indonesia.
Selain menyampaikan persoalan ketidak merataan
pendidikan di daerah, beliaupun menjelaskan bahwa hakekatnya sertivikasi guru
tidak akan dihapuskan sebagaimana isu yang berkembang sekaligus black
campaign yang ditujukan untuk menyerang pak JW-JK. Beliau beralasan, sesuai
dengan rancangan visi dan misi kedua pasangan cawapres, bahwa guru merupakan
elemen penting dari pendidikan, maka sepatutnya kesejahteraan guru harus
diperhatikan. Termasuk tunjangan profesi yang saat ini dinikmati oleh
guru-guru.
Termasuk beliau menyampaikan bahwa UN tetap
diberlakukan karena dijadikan sebagai bahan untuk pemetaan. beliau pun
beralasan karena dari tahun 60-an UN memang sudah ada, namun teknisnya
mengalami perubahan format soalnya. Mengenai tetap diberlakukannya ujian
nasional karena menurut beliau UN sebagai alat untuk melakukan pemetaan
sekolah-sekolah dan melihat potensi dari anak didiknya. Beliaupun beranggapan
bahwa pemerintah perlu mengadakan evaluasi terhadap jalannya UN termasuk
mengevaluasi proses distribusi, pembuatan soal, dan teknis pelaksanaannya, agar
UN benar-benar menjadi bagian penting dari pendidikan.
Pak JK pun menyampaikan bahwa awal pendidikan terbaik
adalah dari rumah, khususnya ibu. Sehingga, pemerintah mesti menghormati peran
ibu dan memberikan penghargaan kepada pada ibu karena perannya yang telah
sukses mendidik anak-anaknya.
Sedangkan pak Hatta lebih memfokuskan diri pada
program yang sudah berjalan, di mana beliau bersama capresnya memiliki misi
pendidikan di Indonesia disesuaikan dengan kondisi daerah, pemanfaatan iptek
yang diselaraskan dengan kondisi daerah yang berbeda dan diformat menjadi bagian
integral dari program pendidikan nasional yang utuh. Sehingga anak-anak yang
dididik benar-benar mewakili potensi daerah dan memiliki kemampuan dan skill
dan daya saing teknologi sehingga mampu bersaing dalam dunia internasional.
Kedua, Pak JK pun membahas bagaimana persoalan riset ilmiah
dan inovasi teknologi. Dan visi-misinya menggabungkan kementrian pendidikan dan
kementrian riset dan teknologi menjadi satu wadah lembaga yang benar-benar
memajukan pendidikan dan penemuan teknologi baru.
Menurut paparan beliau pemerintah yang dikoordinasi
oleh oleh menteri pendidikan dan riset teknologi meningkatkan kembali
riset-riset ilmiah sebagai usaha untuk menghasilkan teknologi baru dan
memberikan insentif kepada perusahaan yang digandeng pemerintah dalam riset dan
penciptaan teknologi.
Meskipun sayang sekali tatkala dipertanyakan tentang
bagaimana mengatasi angka pengangguran yang tinggi, kedua cawapres tidak
menyinggung persoalan industri kreatif, yang berorientasi usaha kecil dan
industri rumahan, tapi kedua cawapres lebih memfokuskan pada pembangunan
infrastruktur dan perizinan yang selama ini terkendala di tingkat birokrasi.
Ketiga, Terkait tenaga ahli dan profesional yang bekerja di
luar negeri, Pak JK mengisyaratkan bahwa saat ini memang banyak tenaga profesional
yang justru bekerja di luar negeri sehingga sepatutnya ke depannya, para ahli
dan profesional yang justru mengabdi pada bangsa lain direkrut kembali untuk
kembali ke Indonesia. Atau tetap berada di negara lain namun mereka menjadi
fasilitator dikembangkannya teknologi di Indonesia. Pak Hatta pun sepakat
dengan hal ini dan beliau mencontohkan seperti India yang sukses “mengkaryakan”
tenaga ahlinya dinegara lain untuk kemudiani diberdayakan membangun bangsa
sendiri. Saya menangkan kedua cawapres ini memberikan sinyal suatu saat nanti
pak BJ Habibie akan dirangkul kembali agar melakukan riset dan inovasi
teknologi di negara sendiri.
Pak JK dan Hatta pun sepakat bahwa pekerja di luar
negeri tidak dapat dihapuskan begitu saja, namun beliau memberikan solusi agar
kedepannya para pejuang pajak ini pun mendapatkan pendidikan dan skill yang
layak. Mereka menghendaki para TKI bukan pekerja yang “murahan” tapi
benar-benar pekerja profesional pada sektor-sektor lain selain pembantu rumah
tangga. Sehingga dibutuhkan pelatihan-pelatihan khusus agar pada pekerja rumah
tangga itu dapat beralih daya menjadi pekerja profesional.
Kiranya, inilah yang dapat saya tangkap, terlepas
kurang dan lebihnya kemampuan saya dalam memahami isi debat ini, tentu saja ada
banyak bahasa (intelek) yang sulit dipahami menurut kacamata orang desa. Namun,
paling tidak kedua cawapres mempunyai visi-misi yang sama ingin bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang sejahtera, tentu saja diawali dari pendidikan
rakyatnya.
Salam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar