Selasa, 06 Oktober 2015

Kaya Miskin Bukan Urusan Presiden

Ada nggak ya yang masih protes sana-sini? Menghujat sana-sini terkait kondisi ekonomi kita? Kayaknya masih ada loh. Karena sejauh ini, di antara kita masih berkutat tentang pemahaman keliru, bahwa semua urusan kebutuhan ekonomi adalah tanggung jawab negara. Buktinya, banyak sekali yang sampai saat ini yang tak bergerak (move on) lantaran merasa telah salah memilih, telah gagal mengejar cita-citanya lantaran apa yang selama ini harapannya terlalu muluk pun harus berakhir dengan sia-sia. Boleh kita menolak pendapat ini, dengan melirik undang-undang negera kita, bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
Toh, faktanya, semenjak merdeka hingga saat ini keadaan ekonomi fakir dan miskin tetaplah menjadi tanggung jawab mereka sendiri (kita). Tidak ada istilah "mati urep urusan pemerintah" karena pemerintah hanya mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan saja, selebihnya urusan ekonomi, rezeki dan kesejahteraan tidak ditentukan mereka, tapi ditentukan seberapa besar usaha warga negaranya. Apalagi jika ditanyakan kenapa kesenjangan ekonomi semakin terlihat? Tentu disebabkan karena kondisi ekonomi yang tidak selaras.
Ketika sebagian masyarakat hidup dalam kemewahan, di sisi lain justru sangat jauh ditimpa kemiskinan dan kemalangan. Dalam dunia yang serba terbuka, cepat dan dinamis, siapapun yang bisa menguasai keadaan maka dunia akan ada dalam genggamannya. Paling tidak kehidupannya akan jauh berbeda jika dibandingkan dengan kaum kebanyakan, Mereka bisa menguasai setiap detik waktu yang dilewati dengan menghasilkan uang, sedangkan kaum kebanyakan hanya bisa menonton dan berpikir "jikalau, andaikan, dan seandainya".
Mereka habiskan hari-hari dengan meratapi nasib yang tak jua berubah, meskipun segala macam cara dilakukan. Satu dikerjakan, ternyata pekerjaan lainnya menunggu. Kepala dijadikan kaki dan kaki dijadikan kepala demi menyambung hidup. Dan ternyata kelompok masyarakat bawah, jumlahnya sangat besar dibandingkan dengan masyarakat yang sukses menjalani kehidupannya.
Benarkah keadaan ini terjadi tanpa disengaja? Apakah kemiskinan terjadi karena pengaruh sistem ekonomi yang dibangun saat ini. Sistem ekonomi yang diadopsi dari sistem ekonomi kapitalis maupun komunis ternyata membawa pada pelaku-pelaku ekonomi saling berebut posisi menjadi penguasa ekonomi. Setiap jengkal lahan usaha dikendalikan oleh kuatnya modal. Dampaknya kaum miskin yang tak bermodal hanya bisa menonton dan tidak bisa berbuat apa-apa. Seandainya kaum miskin ini berurusan dengan perbankan, ternyata kecil kemungkinan mereka bisa mengembalikan uang tersebut, karena memang kondisi ekonomi tak pernah berpihak pada kaum miskin. Seandainya surat tanah harus digadaikan demi memperoleh pinjaman, ternyata lambat laun justru surat tanah sebagai harta satu-satunya ikut tersita bank.
Lain dengan bank konvensional, ternyata bank-bank ilegal melancarkan aksinya dengan menipu banyak kaum miskin. Mereka menjanjikan pinjaman dengan bunga seratus persen. Bagaimana tidak, dengan meminjam uang dua juta rupiah, menjadi beranak pinak dan berbunga-bunga hingga harus mengembalikan uanganya mencapai puluhan juta rupiah. Tak ayal, jika surat tanah sudah kadung digadaikan, maka lambat laun tanah satu-satunya akan berpindah tangan. Bahkan meskipun surat tanah sudah tergadaikan, ternyata hutang pun tak juga dapat dilunasi.
Inilah potret masyarakat miskin yang ada di sekitar kita. Tak perlu ditutup-tutupi keadaannya, karena jika semakin lama disembunyikan, dampaknya justru situasi rendah diri semakin menyelimuti perasaan mereka. Si miskin tetaplah masyarakat kelas dua yang kehidupannya diambang kesulitan. Tak hanya harta bendanya turut tersita, karena kadang jiwanya pun turut dikorbankan lantaran frustasi dan patah semangat melihat fenomena ekonomi negeri ini yang seperti tak juga berubah. Yang berubah adalah masyarakat miskin perkotaan yang semakin tersisih.
Mengubah Mindset Meminta, Dengan Gerakan Mandiri
Fenomena kemiskinan memang sudah menjadi sunatullah, rahasia Tuhan yang tidak dapat ditepiskan keadaannya. Tak hanya di Indonesia yang notabene negara yang masih berkembang-bahkan dianggap sebagai negara miskin- karena di Amerika sendiri yang notabene negara maju saja kemiskinan masih merajalela, kenakalan remaja dan penggunaan narkoba merajalela. Kaum marjinal juga banyak berkeliaran dan tidur di antara rumah-rumah tua yang masih menyebar di bagian negara kaya itu.
Bahkan menurut VOA Indonesia bahwa dari 6 orang warga Amerika di antaranya adalah warga miskin atau di bawah garis kemiskinan. Padahal secara perkapita pendapatan penduduk Amerika cukuplah tinggi dan jauh melebihi pendapatan perkapita masyarakat Indonesia. Di mana penduduk miskin Indonesia tahun 2014 berjumlah 27,73 juta orang. Meskipun jumlah tersebut dinyatakan turun oleh BPS pada kurun yang sama di tahun sebelumnya, tapi dengan jumlahan hampir 28 juta menunjukkan keberadaan warga miskin di Indonesia masih sangat tinggi. Dan ternyata konsentrasi kemiskinan justru berada di daerah perdesaan 17,37 orang atau sebesar 13,76% dari seluruh warga miskin di Indonesia.
Meskipun sunatullah, tapi kemiskinan merupakan penyakit akut yang membutuhkan penanganan yang serius agar angka kemiskinan di negeri ini tidak membengkak, apalagi ditambah dengan aneka bencana alam yang sudah jelas merusak sebagian sumber penghasilan para penduduk di perdesaan. Seperti banjir, tanah longsor dan ancaman kekeringan yang melanda di sebagian wilayah di Indonesia.
Tapi, apakah cukup dengan menghitung angka kemiskinan lalu masalah ini akan segera usai? Tentu tidak. Karena persoalan kemiskinan diawali basik pembangunan ekonomi yang kurang kuat menopang masyarakat miskin, khususnya perdesaan. Apalagi mindset masyarakat saat ini, semenjak digulirkannya bantuan kesejahteraan bagi warga miskin, justru pola masyarakat yang semestinya lebih mandiri dengan menggunakan bantuan tersebut pada bentuk usaha, ternyata masih jauh panggang dari api. Program yang semestinya diberdayakan bagi pembangunan ekonomi dan modal usaha kecil-kecilan ternyata hanya dijadikan bahan konsumsi. Mereka cenderung menggunakan bantuan tersebut untuk membeli beras dan kebutuhan harian. Mungkin karena memang jumlah yang terlampau kecil, tapi jika dimanfaatkan untuk sektor usaha tentu akan bertambah dan menjadi aset yang baik bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Berbeda jika hanya dihabiskan pada belanja konsumsi semata.
Seperti apa yang dilakukan oleh Ny. Trisinah, warga Lampung Timur ini, beliau mendapatkan suntikan bantuan langsung tunai bukan sekedar untuk membeli beras semata, tapi uang tersebut dimanfaatkan untuk membuat usaha kantong beras berbahan kertas semen. Usaha ini cukup membantu kebutuhan ekonomi rumah tangganya. Karena ketekunan membangun usaha ini, kebutuhan harian pun dapat tercukupi dan tidak melulu menunggu apa yang dikucurkan pemerintah. Meskipun modal tersebut dirasa kurang lantaran tingginya minat toko sembako yang ingin memesan kantung dari Ny. Trisinah.
Tak hanya Ny. Trisinah yang memanfaatkan bantuan langsung dari pemerintah tersebut, karena Tn. Man, yang menggunakan uangnya sebagai persiapan membuat bata merah. Ia menggunakannya sebagai modal awal pengerukan tanah dan pengolahan serta membeli merang sebagai bahan membakar bata hingga menjadi potongan-potongan bata yang bisa dijual.
Cukup lumayan meski dirasa kurang dengan uang yang tak seberapa itu, tapi bagi Tn Man cukup membantu untuk melanjutkan usahanya.
Berbeda dengan Tn Miskun, yang sejak lahir tinggal di Kota Metro ini, meskipun rumah tangganya sederhana, ia tidak terlalu menggantungkan hidupnya dari bantuan pemerintah, tapi justru memanfaatkan modal ternak dari menjual hasil sawahnya untuk dipelihara sendiri. Kerbau yang semua hanya satu ekor, dan menerima gaduhan dari temannya, kini sudah berjumlah lima ekor. Jadi untuk urusan biaya mendesak Tn Miskun sudah tidak keberatan lagi. Tinggal menjual anakan maka uang jutaan rupiah akan ia dapatkan.
Meskipun demikian usaha dan kerja keras dari Ny. Trisinah, Tn. Man dan Tn. Miskun tentu diawali oleh semangat kemandirian dan tidak semata-mata menunggu kucuran bantuan dari pemerintah. Namun demikian mereka pun butuh mendapatkan suntikan modal agar usaha mereka tidak berhenti lantaran naiknya BBM dan tingginya bahan baku dan harga sembako saat ini.
Salam
Recomended:

Sumber:

Tidak ada komentar: